I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bahan pakan merupakan
kebutuhan pokok bagi setiap ternak. Sebagian besar bahan
pakan terdiri dari unsur - unsur pokok yaitu air, mineral, karbohidrat, lemak
dan protein. Kelima unsur ini dibutuhkan oleh hewan ternak dan manusia untuk
pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok. Makanan ternak berisi zat
nutrisi dengan kandungan yang berbeda-beda karena itu perlu dilakukan analisis
untuk mengetahui kualitas dan kuantitas zat gizi yang dibutuhkan oleh
ternak. Kualitas bahan pakan dan
komponennya ini dapat dinilai melalui tiga tahapan penilaian, yaitu secara
fisik, kimia, dan biologis. Salah satu tahapan dari penilaian ini dapat
dilakukan melalui analisis proksimat.
Analisis
proksimat merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk
mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan.
Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan jumlah
yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud,
itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka yang
mendekati angka fraksi yang sesungguhnya.
Analisis proksimat
berupa analisa kadar air, kadar abu, bahan kering, analisa protein kasar, lemak
kasar dan analisa serat kasar. Pada setiap analisis terdapat metode – metode
yang berbeda. Pada dasarnya, analisis proksimat bermanfaat dalam mengidentifikasi
kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan yang belum diketahui sebelumnya
yang selanjutnya disebut sampel. Selain dari itu, analisis prokimat merupakan
dasar dari analisis-analisis yang lebih lanjut.
Analisis proksimat
bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas suatu bahan pakan atau pangan
dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau zat pakan dengan hasil
analisisnya. Dengan demikian analisis proksimat ini dapat bermanfaat bagi dunia
peternakan, terutama dalam pemberian nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan
ternak. Maka dari itu Berdasarkan uraian di atas, praktikum tentang analisis
proksimat ini penting untuk dilakukan untuk menunjang pengetahuan tentang cara
untuk mengetahui kadar nutrisi dalam suatu pakan.
B.
Tujuan
Tujuan praktikum ini
adalah untuk mengetahui analisis proksimat berupa kadar air, kadar abu, protein kasar, lemak kasar dan serat kasar pada sampel yaitu
feses kerbau.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Analisa
Proksimat
Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan
kandungan nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990).
Metode ini dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment
Station di Jerman pada tahun 1865 (Tillman et al., 1991).
Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu
total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan
untuk kandungan mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten)
(Sudarmadji et al., 1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia
dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai
metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi,
kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak
(Susi . 2001).
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk
mengetahui kandungan nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa
proksimat pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860
di sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al.,
1997). McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi
menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar,
serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Analisis proksimat mulai dikembangkan
oleh Wilhelm Henneberg dan asistennya Stohman pada tahun 1960 di laboratorium
Wende di Jerman. Oleh karena itu analisis model ini dikenal juga dengan
analisis Wendee. Pada prinsipnya bahan pakan terdiri atas dua bagian yaitu air
dan bahan kering yang dapat diketahui melalui pemanasan pada suhu 105°C.
Selanjutnya bahan kering ini dapat dipisahkan antara kadar abu dan kadar bahan
organik melalui pembakaran dengan suhu 500°C ( Sutardi, 2012 ).
Sutardi (2012) menambahkan bahan
organik dapat dipisahkan menjadi komponen nitrogennya yang kemudian dihitung
sebagai protein dengan teknik kyeldahl dan bagian lainya adalah bahan organik
tanpa nitrogen. Bahn organik tanpa N dapat dipisahkan menjadi karbohidrat dan
lemak. Selanjutnya karbohidrat dapat dipisah menjadi serat kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen.
Bahan pakan mengandung zat-zat
kimia yang secara umum semua makanan mengandung air yang lebih banyak dari
kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar air mempengaruhi kebutuhan hewan akan
air minum. Banyaknya air yang terkandung pada suatu bahan makanan dapat
diketahui jika bahan tersebut dipanaskan atau dikeringkan pada temperatur
tertentu. Menurut Krishna (1980), komponen air adalah air dan senyawa organik
yang mudah menguap. Abu sendiri terdiri dari unsur mineral, namun bervariasinya
kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak
dapat dipakai sebagai indek untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu.
a. Kadar air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas
dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan
kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses
pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat Hafez,
E.S.E. (2000).
Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling
kering sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang
kecil.Bahan yang paling banyak mengadung kadar air adalah tepung kedele
dengan nilai 18,1490 dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung
darah dengan nilai 99,7501.Kadar bahan kering ini pun dapat
berubah-ubah,tergantung dari suhu dan kelembaban dari suatu wilayah ternak itu
dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui
bila bahan pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100% dengan
persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap
(Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry
basis). Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar
makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan
atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut
(Winarno, 1997).
b. Kadar Abu
Analisa kadar abu
bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan anorganik suatu bahan pakan.
Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan mineral pada bahan
tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari mineral yang larut dalam
detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen Kandungan bahan organik
suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan
di dalam tanur adalah dengan suhu
400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang
tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Disini, bahan
pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu adalah tepung kulit
kerang dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena tepung kulit kerang
memang terdiri bahan anorganik yang terdiri dari mineral - mineral seperti
kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan
perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu
ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada
suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu
tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya
merupakan abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga
mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa
bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur
akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah
sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun
secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).
c. Protein Kasar
Anggorodi (2005)
menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan
protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan yang paling banyak mengandung
protein kasar adalah bungkil kedele.Karena nya,bungkil kedele mengandung asam
amino paling tinggi dari bahan yang kami praktikumkan. Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen
adalah kandungan zat makanan dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak
kasar,dan serat kasar. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai
nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada
analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu pada istilah protein kasar.
Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan nitrogen (N) yang
terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Definisi tersebut
berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram
per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri dari protein dan
nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam
penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan
kandungan nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25.
Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen.
Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada
asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan
merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan
kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein
tidak selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut
Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi
protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari
kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang
dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang dihasilkan
dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan sangat tinggi
maka ada kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi
protein berkualitas rendah.
d. Lemak Kasar
Khairul(2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang
dihasilkan dari penentuan lemak kasar adalah ekstraksi dari
klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan yang mengandung banyak lemak kasar adalah
tepung kedele.Ini dikarenakan tepung kedele merupakan sumber lemak nabati. Cherney (2000)
melaporkan bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien
yang bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga terhitung
sebagai lemak kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak kasar
seperti klorofil atau xanthophil. Analisa lemak kasar pada umumnya menggunakan
senyawa eter sebagai bahan pelarutnya, maka dari itu analisa lemak kasar juga
sering disebut sebagai ether extract .
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan
metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet
(Soejono, 1990). Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak
murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks
(lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk
menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan
lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan
adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah
warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
e. Serat Kasar
Serat kasar terdiri
dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa merupakan
komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak monogastrik.
Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki kemampuan untuk
mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra. 2001).
Fraksi serat kasar
mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada species dan fase
pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan hijauan merupakan sumber
serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak
yang sedang tumbuh.
Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida,
1998) menyatakan bahwa Serat kasar merupakan kemudahan bagi makluk hidup
untuk mendapatkan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Danuarsa, (2006) menyatakan
bahwa kandungan serat kasar yang tinggi padapakan akan menurunkan koefisiensi
cerna dalam bahan pakan tersebut,karena
serat kasar megandung bagian yang sukar untuk dicerna. Danuarsa, (2006) menyatakan
bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam
H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30
menit.. Kamal (1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk
mengetahui kadar serat
kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan
secara kimiawi dengan metode mendell.
Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga
ternak ruminasia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya
mengandung selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode
pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut
dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali
dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak
larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
Serat
kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang
tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium
hidroksida pada kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar
berasal dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan
lignin (Suparjo, 2010). Lu et al. (2005) menyatakan bahwa serat pakan
secara kimiawi dapat digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent
fiber, acid detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa
dan hemiselulosa. Peran serat pakan sebagai sumber energi erat kaitannya dengan
proporsi penyusun komponen serat seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin
(Suparjo, 2010). Menurut Cherney (2000) serat kasar terdiri dari lignin yang
tidak larut dalam alkali, serat yang berikatan dengan nitrogen dan selulosa.
f. Bahan Ekstrak Tanpa
Nitrogen (BETN)
Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada
komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika
jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100,
perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990). BETN
merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan
polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna
yang tinggi (Anggorodi, 2005)
Bahan ekstrak tanpa
nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah dicerna atau golongan
karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural dapat ditemukan di dalam
sel tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
karbohidrat struktural. Gula, pati, asam organik dan bentuk lain dari
karbohidrat seperti fruktan termasuk ke dalam kelompok karbohidrat
non-struktural dan menjadi sumber energi utama bagi sapi perah yang berproduksi
tinggi. Kemampuan karbohidrat non-struktural untuk difermentasi dalam rumen
nilainya bervariasi tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan pengolahan
(NRC, 2001). Menurut Cherney (2000) bahan ekstrak tanpa nitrogen tersusun dari
gula, asam organik, pektin, hemiselulosa dan lignin yang larut dalam alkali.
III.
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Praktikum analisa
proksimat ini dilaksanakan mulai dari tanggal 4 november s/d 17 november 2013
di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sriwijaya.
B.
Alat dan Bahan
a. Alat:
1. kadar air 2.
Kadar abu:
- Oven Listrik -
Cawan Porselen 30 ml
- Timbangan Analitik - Pembakar
Bunsen Atau Hot Plate
- Cawan Alumunium - Tanur
Listrik
- Eksikator/Desikator -
Eksikator
- Tang Penjepit -
Tang Penjepit
3. Lemak Kasar: 4.
Protein Kasar:
- Satu Set Alat Sokhlet
– Labu
Kjehdhal
- Kertas Saring Bebas
Lemak - Pemanas
Untuk Destruksi
- Eksikator -
Labu Penyuling
- Timbangan Analitik - Pipet
-
Buret
5. Serat Kasar: -
Gelas Ukur
- Neraca Analitik -
Erlenmeyer
- Spatula -
Batu Didih
- Erlenmeyer 500 ml
- Pipet Volume 50 ml
- Hot Plate
- Corong Buchner
- Kertas Saring
- Pompa
- Beaker Glass
- Batang Pengaduk
- Oven
- Cawan Petri
b. Bahan:
1. Kadar Air dan Kadar Abu:
Sampel, berupa feses kerbau
2. Lemak Kasar :
Bahan kimia berupa kloroform: etanol
dengan perbandingan 2 : 1 atau menggunakan bensin yang telah disuling.
3. Protein Kasar:
- H2SO4 Pekat
- Batu Didih
- NaOH 40%
- Katalis Campuran Selen (( CUSO4 :
K2SO4) -> 1:5 )
- H2SO4 0.1 N
- NaOH 0.1 N
- Indicator Campuran (( BCG : MR ) ->
4:5 )
4. Serat Kasar :
- Sampel Pakan (5 gr)
- H2SO4 1.25 %
- NaOH 3.25 %
- Aseton
- Aquadest
C.
Cara Kerja
1. Kadar Air
2. Kadar Abu
3. Kadar Lemak Kasar
4.
Protein Kasar
5.
Serat Kasar
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
a.
Analisa Kadar Air dan Kadar Abu
Kode
|
Berat Sempel (A)
|
Berat Kruss (B)
|
Berat Stlh di Oven (C)
|
Berat Stlh di Tanur (D)
|
% Kadar Air
|
% Kadar Abu
|
% Bahan Kering
|
|
R0
|
1,0176
|
34,4287
|
35,446
|
35,325
|
34,5584
|
0,34
|
2,173
|
99,66
|
R1
|
1,0069
|
37,2002
|
38,207
|
38,082
|
37,304
|
0,33
|
2,043
|
99,67
|
R2
|
1,0174
|
38,6007
|
39,618
|
39,406
|
38,7075
|
0.54
|
1.773
|
99,46
|
R3
|
1,0037
|
39,142
|
40,146
|
40,130
|
39,3494
|
0.04
|
1,945
|
99,96
|
b. Analisa Lemak Kasar
Kode
|
Berat Sempel
|
Berat Kertas Saring
|
(C)
|
Berat Stlh Dioven (D)
|
% Lk
|
R0
|
1,0078
|
1,2533
|
2,261
|
2,05
|
9,34
|
R1
|
1,0024
|
1,2392
|
2,242
|
2,0325
|
9,33
|
R2
|
1,0303
|
1,2476
|
2,278
|
2,087
|
8,37
|
R3
|
1,0194
|
1,2642
|
2,284
|
2,0225
|
11,43
|
c. Analisa Protein Kasar
Kode
|
Berat
Sampel
|
Titer
Blanko
|
Titer
Sampel
|
Titer
Blanko - Titer Sampel
|
N
NaOH
|
0.014
|
%
N
|
%
PK
|
|
R0
|
0.5038
|
84.8
|
90.6
|
-5.8
|
0.1
|
0.014
|
-0.812
|
-1.316
|
-8.2238
|
R1
|
0.5027
|
84.8
|
87
|
-2.2
|
0.1
|
0.014
|
-0.308
|
-0.811
|
-5.0669
|
R2
|
0.501
|
84.8
|
89
|
-4.2
|
0.1
|
0.014
|
-0.588
|
-1.089
|
-6.8063
|
R3
|
0.5
|
84.8
|
79
|
5.8
|
0.1
|
0.014
|
0.812
|
0.312
|
1.9500
|
d. Analisa Kadar Serat Kasar
Kode
|
Berat Sempel (X)
|
Berat Kertas Saring (A)
|
Berat Kruss
|
Berat Stlh Dioven (Y)
|
Berat Stlh Ditanur (Z)
|
% Sk
|
Ro
|
1,0096
|
1,2137
|
38,158
|
40,3893
|
38,8969
|
27,60
|
R1
|
1,0025
|
1,2176
|
44,3301
|
45,8698
|
44,381
|
27,05
|
R2
|
1,0285
|
1,2038
|
39,728
|
41,3484
|
39,8181
|
31,75
|
R3
|
1,0086
|
1,2599
|
38,0515
|
39,713
|
38,1284
|
32,19
|
B.
Pembahasan
Analisa proksimat
adalah salah satu metode analisa kimia untuk mengetahui kadar / kandungan
nutrisi yang terdapat dalam suatu bahan pakan. Pada praktikum kali ini kami
menggunakan sampel berupa feses kerbau tanpa perlakuan (R0) dan feses kerbau
dengan perlakuan pemberian rumput kumpai dan legume (R1, R2 dan R3).
Berdasarkan hasil diatas dapat dijelaskan bahwa:
a. Kadar Air dan Bahan Kering
Prinsip kerja kadar air
yaitu menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven pada suhu 100o
– 105oC dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam ) hingga sseluruh air
yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak berubah
lagi. Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling
kering sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang
kecil.Bahan yang paling banyak mengadung kadar air adalah sampel R2 dengan
nilai 0.54% dan yang paling sedikit mengandung kadar air adalah R3 yaitu 0.04%.
Sedangkan yang memiliki berat kering paling besar adalah sampel R3 dengan nilai
99.96% dan yang paling kecil adalah R2 yaitu 99.46%. Kadar bahan kering ini pun
dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan kelembaban dari suatu wilayah
ternak itu dipelihara. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan
yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering
(dry basis).
Perhitungan Kadar Air : x 100 %
b. Kadar Abu
Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600°C
selama 4-5 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik
(C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar
adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam
bahan. Dengan perkataan lain, abu merupakan total mineral dalam bahan.
Perhitungan kadar abu :
Kadar Abu (%)
= x 100%
Karra(2007)menyatakan
bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-600 derajat Celcius dan
Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan
dengan tanur disebut dengan abu(ash). Disini, sampel yang memiliki Kadar abu terbesar yaitu pada R0 (2,173 %) dan kadar abu paling kecil
yaitu pada R2 (1.773 %).
c. Lemak Kasar
Prinsip
kerjanya yaitu Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan
pelaut lemak (ether) selama 3-8 jam. Ekstraksi menggunakan alat sokhlet.
Beberapa pelarut yang dapat digunakan adalah kloroform, heksana, dan aseton.
Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah pelarut
(labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam
oven suhu 105°C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak (titik didih lemak
lebih besar dari 105°C, sehingga tidak menguap dan tinggal di dalam wadah).
Lemak yang tinggal dalam wadah ditentukan beratnya.
Pada
praktikum ini dilakukan dengan metode sokhlet yaitu dengan memasukkan sampel
kedalam alat sokhlet.
Hal ini sesuai dengan (Soejono, 1990) yaitu Kandungan lemak suatu bahan pakan
dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam
tabung soxhlet.
Perhitungan kadar Lemak Kasar : x 100 %
Kadar Lemak hasil perhitungan diatas dari yang terbesar
yaitu R3 (11.43%), R0 (9,34%), R1 (9.33%) dan terkecil yaitu R2 (8.37%). Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini
bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga
mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu
fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994).
Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut.
Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan
lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).
d.
Protein Kasar
Penetapan
nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena analisis ini
didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan. Kandungan
nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan angka 6,25 sebagai angka konversi
menjadi nilai protein. Nilai 6,25 diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung
16% nitrogen (perbandingan protein : nitrogen =100 :16 = 6,25:1). Definisi
tersebut menurut Cherney : 2000 merupakan asumsi bahwa rata – rat kandungan N
dalam bahan pakan adalah 16 gram per 100 gram protein
Penentuan
nitrogen dalam analisis ini melalui tiga tahapan analisa kimia, yaitu:
1.
Tahap Destruksi
Perubahan N-protein menjadi amonium sulfat ((NH4)2SO4).
Sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat dan
katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam bahan pakan menjadi amonium sulfat
kecuali ikatan N=N, NO dan NO2. CO2 dan H2O
terus menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil reduksi dari
sebagian asam sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini digunakan katalisator
selenium/Hg/Cu. Destruksi dihentikan jika larutan berwarna hijau jernih.
Zat Organik + H2SO4 CO2 +
H2O + (NH4)2SO4 + SO2
2. Tahap Destilasi
Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi
didinginkan kemudian larutan dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan
dengan aquades. Pengencer-an dilakukan untuk mengurangi reaksi yang hebat jika
larutan ditambah larutan alkali. Penambahan alkali (NaOH) menyebabkan (NH4)2SO4 akan
melepas-kan amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan air ditangkap
oleh larutan H2SO4 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa
(NH4)2SO4 kembali. Peyulingan dihenti-kan bila semua
N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam labu erlenmeyer.
NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 +
H2SO4
3.
Tahap Titrasi
Kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan
untuk menangkap N dititrasi dengan NaOH. Titrasi dihentikan jika larutan
berubah dari biru ke hijau.
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi
kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.
Perhitungan
kadar protein: x 100 %
%
Protein Kasar = kadar nitrogen x 6.25
Pada praktikum kali ini didapatkan % N dan % PK berturut –
turut R0 (-1.316%, -8.2238%), R1 (-0.811%, -5.0669%), R2 (-1.089%, -6.8063%),
R3 (0.312%, 1.9500%). Hasil ini terjadi kesalahan yaitu pada saat membandingkan
hasil titrasi dangan titer blanko tidak dilakukan secara bersamaan. Jika kita
lakukan secara bersamaan, otomatis cara yang kita gunakan adalah sama,
sedangkan jika dilakukan setelah atau sebelum membuat titrasi sampel, bisa
memungkinkan adanya perberdaan cara kita melakukan titrasi. Hal ini mengakibatkan hasil yang didapatkan
pun sangat jauh melenceng dari yang seharusnya.
.
Kelemahan analisis proksimat untuk
protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama,
dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak
semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein
16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono,
1990). Menurut Siregar (1994)
senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh
mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.
e.
Serat Kasar
Prinsip utama dari serat dalam pakan adalah pada kemampuannya
mengikat air, selulosa dan pektin. Serat kasar adalah bagian dari pakan yang
tidak dapat dihidrolisis oleh bahan – bahan kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4
1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah
bagian dari bahan makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim – enzim
pencernaan. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa Serat
kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3
N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit. Kamal
(1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui
kadar serat kasar
dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan secara
kimiawi dengan metode mendell.
Perhitungan
kadar serat kasar = x 100 %
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Selulosa dan hemiselulosa adalah komponen dinding sel tumbuhan yang tidak dapat
dicerna oleh hewan monogastrik, sedangkan hewan ruminasia dapat mencerna
selulosa dan hemiselulosa karena adanya mikroba rumen. Pada praktikum kali ini didapatkan hasil kadar
serak kasar R0 (27,60 %), R1 (27,05), R2 (31,75) dan R3 (32,19). Ini membuktikan bahwa dengan
penambahan perlakuan yaitu ditambah hijauan rumput kumpai dan legum pada
sampel, maka semakin tinggi pula kadar serat kasar yang terkandung dalam sampel
tersebut.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia
yang sangat diperlukan utuk diketahui
karena analisa ini berguna untuk mengetahui kandungan bahan pakan yang terdapat
pada suatu bahan pakan.
Penentuan Kadar Air menguapkan air yang terdapat dalam bahan
dengan oven dengan suhu 100°-105°C dalam jangka waktu tertentu. hingga seluruh
air yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak berubah
lagi. Penentuan kadar abu Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu
600°C selama 4-5 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik
(C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar
adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam
bahan., abu merupakan total mineral dalam bahan. Penetapan nilai protein kasar didasarkan
pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan dengan tiga tahap yaitu
destruksi, destilasi dan titrasi. Kadar lemak Melarutkan (ekstraksi) lemak yang
terdapat dalam bahan dengan pelaut lemak (ether) selama 3-8 jam dengan alat
sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan adalah kloroform, heksana, dan
aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah
pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara
dipanaskan dalam oven suhu 105°C.
Hasil kandungan feses kerbau tanpa perlakuan R0 yaitu: Ka
0.34%, abu 2,173%, Bk 99,66%, Lk 9,34%, , Pk -8,22%, Sk 27,60. R1 : Ka 0,33%,
abu 2,043%, Bk 99,67%, Lk 9,33%, , Pk -5,066%,
Sk 27,05%. R2: Ka 0,54%, abu 1,773%, Bk 99,46%, Lk 8,37%, Pk -6,806%, Sk
31,75%. R3: Ka 0,04%, abu 1,945%, Bk 99,96%, Lk 11,43%, Pk 1,950% dan Sk
32,19%.
B. Saran
Diharapkan praktikum ini kedepannya dilakukan dengan lebih
teliti dan hati – hati karena jika tidak dilakukan dengan teliti dan hati –
hati maka akan terjadi kesalahan pada hasil analisa proksimat yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC.
1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion of
Official Analitic Chemist. Washington DC. USA.
Cherney, D. J. R. 2000.
Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam Given, D. I., I. Owen.,
R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition.
Wollingford: CABI Publishing : 281-300.
Danuarsa.
2006. “Analisis Proksimat dan Asam Lemak Pada Beberapa Komoditas
Kacang-kacangan”. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1
Defano. 2000 . Ilmu Makanan Ternak. Gajah Mada
University Press Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hafes. E.
S. E.2000. Metode Analisis Proksimat. Jakarta
: Erlangga.
Haris,
L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol.
1 Utah State University. Logan. Utah.
Kamal, M.
1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan
Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Karra
, 2003. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gajah Mada
University.Yogyakarta.
Khairul.
2009 . Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Khalil.
1999. “Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan
Lokal : Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat
Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis”. Media Peternakan 22 (1) : 1 –
11.
Krishna G
and S.K. Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition
Reseach. Vikas publising house PVT Ltd. Sahibabad. India
Lu, C.H,R
Blain, dkk. 1998. Physical and Chemical Characteristics of Malaysian Palm
Kernel Lake ( PKC ). Proc 20th MSAP Conf. 27-28 Juli. Putra Jaya
Malaysia.
Mc Donald,
P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan. 1995. Animal Nutrition
Prentice Hall
Mahmudi,
S.P dkk. 1997. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV. Amisco.:
Jakarta.
NRC.
2001. Nutrient Requirements of Beef Cattle: Seventh Revised Edition: Update 2000.
Subcommittee on Beef Cattle Nutrition. Committee on Animal Nutrition. National
Research Council.
Rahardjo,Tri
S., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah
Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.
Siregar, S. B.,1994. Ransum Ternak Ruminansia,
Penebar Swadaya, Jakarta
Soejono,
M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji,S.
1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.
Suparjo,
P. 2010. “Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas Peternakan. Lokakarya
Nasional Tanaman Pakan Ternak.Susi . 2001. Analisis dengan
Bahan Kimia 2000. Erlangga. Jakarta.
Sutardi,
T. R. Dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Sutardi,
T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan
Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Tillman,
A.D., dkk. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Wati, R.
Sumarsono, dkk. 2012. “ Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Eceng Gondok
sebagai Sumber Daya Pakan di Perairan yang Mendapat Limbah Kototran
Itik”. Animal Agriculture Journal Vol. 1 No. 1.
Winarno., 1997. Kimia Pangan dan Gizi,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
bagus, tapi sayang gambarnya pada ilang semua...
ReplyDeletesangat membantu, terimakasih
ReplyDeleteJos gandos
ReplyDeleteBagus sangat membantu tapi daftar pustakanya ada yang salah
ReplyDeleteBagus sangat membantu
ReplyDeletebagus sekalii sangat membantu, terimakasih^^
ReplyDeleteTERIMAKASIH
ReplyDelete