Wednesday, 22 October 2014

Laporan Praktikum Teknologi Hasil Ternak I : Telur Asin



I. PENDAHULUAN




  
A. Latar Belakang




Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi khususnya kandungan protein. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur segar yang baik adalah yang kondisi luarnya baik, bentuk kulit baik dan cukup tebal, tidak cacat (retak atau pecah), tekstur permukaan dan warnanya bagus serta bersih, jika diteropong rongga udaranya kecil, kuning telur ditengah, dan tidak terdapat bercak atau noda darah. Untuk mengetahui kondisi telur dapat dilakukan peneropongan dengan bantuan sinar atau merendamnya dalam air bersih (Haryoto, 1996). 


Telur adalah salah satu bahan makanan hasil ternak unggas yang bergizi tinggi dan bermanfaat untuk pemenuhan gizi masyarakat. Telur merupakan sumber protein yang mudah diperoleh. Protein tersebut terdapat di dalam kuning telur dan putih telur (Sarwono, 1995).


Dibandingkan dengan telur ayam, telur itik mengandung protein, kalori dan lemak lebih tinggi (Sultoni, 2004). Tetapi seperti telur unggas lainnya, telur itik memiliki sifat mudah rusak. Kerusakan tersebut disebabkan kontaminasi pada kulit telur oleh mikroorganisme yang berasal dari kotoran induk unggas maupun yang ada pada kandang (Frazier, 1988 dalam Kautsar, 2004).


Untuk mengurangi kerusakan telur itik selama penyimpanan dan sekaligus meningkatkan nilai ekonominya dilakukan upaya pengasinan (Sarwono, 1995). Pengasinan telur umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dalam larutan garam dan pemeraman oleh adonan campuran garam dengan tanah liat, atau abu gosok atau bubuk bata merah (Sahroni, 2003). Prinsip kedua cara tersebut adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses pengurangan air dari bahan dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi (Saputra, 2000).


Dehidrasi osmosis (osmotic dehydration) merupakan proses perpindahan massa secara simultan (countercurrent flows) antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan ke dalam bahan (Lazarides et al., 1999; Khin et al., 2005). Perpindahan massa osmosis dinyatakan sebagai kehilangan air (WL, water loss) dan penambahan padatan, SG, solid gain) (Saputra, 2000; Khin et al., 2005).


 Aplikasi dehidrasi osmosis dalam proses pengasinan, terlihat dengan keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur. Menurut Sukendra (1976), untuk menghasilkan telur asin yang memiliki karakteristik disukai diperlukan waktu 12 hari pengasinan. Menurut Suharno dan Amri (2002) dalam Kautsar (2005), proses pengasinan telur memerlukan waktu selama 15 – 30 hari. Sedangkan proses pengasinan dengan larutan garam jenuh memerlukan waktu sekitar 7 – 10 hari (Suprapti, 2002 dalam Sultoni, 2004). Lama waktu proses tersebut masih menjadi permasalahan yang harus dipecahkan, karena selain lama perendaman erat kaitannya dengan efisiensi waktu proses pengasinan telur, juga erat kaitannya dengan karakteristik organoleptik telur asin yang dihasilkan.


Pada praktikum ini ingin diketahui cara untuk memanfaatkan hasil ternak berupa telur bebek yang akan dibuat menjadi telur asin dengan campuran abu gosok dan garam.





B.Tujuan


Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara mengelolah hasil ternak yaitu telur bebek yang akan dibuat menjadi telur asin.












II. TINJAUAN PUSTAKA




A. Struktur dan Komposisi Telur


Secara rinci struktur telur terbagi atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, kantung udara, chalaza, putih telur (albumen), membran vitelin, kuning telur (yolk) dan bakalan anak unggas (germ spot) (Winarno dan Koswara, 2002).


·         Kulit telur


Kulit telur merupakan bagian yang paling keras. Bagian ini tersusun dari 95,1% garam-garam anorganik; 3,3% bahan organik (terutama protein) dan 1,6% air. Bahan-bahan anorganik tersebut terdiri dari kalsium, magnesium, fosfor, besi dan belerang.


·         Putih telur


Putih telur (albumen) banyaknya sekitar 60% dari keseluruhan telur dan terletak di antara kulit telur dan kuing telur (Sarwono, 1994). Komposisi putih telur terdiri dari air 87%; protein 12%; lemak 0,3%; glukosa 0,4%; dan abu 0,3%. Protein putih telur terdiri dari sekitar 11 macam protein sederhana (Winarno dan Koswara, 2002). Protein putih telur (albumen) terdiri dari ovalbumin, konalbumin, ovomukoid, lisozim (G1 globulin), G2 globulin, G3 globulin, ovomusin, flavoprotein, avidin, ovoglikoprotein, ovomakroglobulin, dan ovoinhibitor (Hintono,1995).


·         Kuning telur


Kuning telur termasuk bagian terpenting pada isi telur, sebab pada bagian inilah embrio tumbuh dan terdapat bakal anak terutama pada telur yang telah dibuahi (Sarwono, 1994). Kuning telur berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye, terletak pada pusat telur dan bersifat elastis.warna kuning dari kuning telur disebabkan oleh kandungan santrofil yang berasal dari makanan ayam. Pigmen lain yang terdapat di dalamnya adalah karotenoid (Winarno dan Koswara, 2002).








B.  Kandungan Gizi Telur




Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium, dan vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Hampir semua lemak dalam sebutir telur itik terdapat pada bagian kuningnya, mencapai 35 persen, sedangkan di bagian putihnya tidak ada sama sekali. Lemak pada telur terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida (umumnya berupa lesitin), dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida bagi tubuh adalah sebagai sumber energi, satu gram lemak menghasilkan 9 kilokalori energi. Lemak dalam telur berbentuk emulsi (bergabung dengan air), sehingga menjadi lebih mudah dicerna, baik oleh bayi, anak-anak, maupun golongan lanjut usia. Kelemahan telur yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab itu usaha pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur. (Anonimusb, 2009).




C. Pengawetan Telur


Usaha pengawetan telur sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur ayam & bebek. Salah satu penyebab kerusakan telur adalah karena terjadinya pertumbuhan pada mikroba pada telur tersebut. Supaya telur menjadi lebih awet, maka dilakukan proses pengawetan. Tujuan pengawetan telur adalah untuk mengurangi jumlah awal sel jasad renik didalam telur, memperpanjang fase adaptasi semaksimum mungkin sehingga pertumbuhan mikroba diperlambat, memperlambat fase pertumbuhan logaritmik , dan mempercepat fase kematian mikroba.


Prinsip pengawetan telur adalah untuk :


1.      Mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur;


2.      Mencegah keluarnya air dari dalam telur.




·         Pengertian Telur Asin


Telur asin adalah istilah umum untuk masakan berbahan dasar telur yang diawetkan dengan cara diasinkan (diberikan garam berlebih untuk menonaktifkan enzim perombak). Kebanyakan telur yang diasinkan adalah telur itik, meski tidak menutup kemungkinan untuk telur-telur yang lain. Masa kadaluwarsa telur asin bisa mencapai satu bulan (30 hari). (Anonimusa, 2009)


Telur asin merupakan telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam (NaCl) (Suprapti, 2002). Winarno dan Koswara (2002), menyatakan bahwa telur itik sangat lazim diasinkan karena penetrasi garam ke dalam telur pada telur itik lebih mudah.


Prinsip dari pengasinan telur yaitu pemberian garam dapur ke dalam isi telur yang masih mentah (Ali, 1992). Menurut Sampurno et al. (2002), tujuan utama dari pengasinan telur adalah untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai konsumen dan mempunyai daya awet. Hal ini disebabkan karena NaCl yang masuk ke dalam telur akan menjadikan telur lebih awet, serta NaCl tersebut akan memberikan cita rasa asin pada telur.


·         Pengasinan Telur


Pengasinan sudah dikenal sejak zaman dulu oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mengawetkan telur (memperpanjang masa simpan), membuang rasa amis (terutama telur itik), dan menciptakan rasa yang khas (Astawan, 2003). Pengasinan yang biasa dilakukan secara tradisional menghasilkan telur yang bercita rasa khas dan disukai. Meskipun penurunan berat relatif besar yaitu sekitar 2 – 8,4%. Hal ini disebabkan adanya difusi air serta penguapan uap air dan gas-gas keluar dari dalam telur (Winarno dan Koswara, 2002).


Telur yang akan diasinkan harus diperiksa dan dipastikan bukan merupakan telur yang sudah pernah di erami dan ada keretakan atau pecah kulit. Keretakan selama pengasinan akan menyebabkan larutan perendamannya berbau busuk. Telur asin berkualitas baik memiliki rasa asin yang cukup, kuning telur barwarna kemerahan, dan terkesan berpasir (masir) (Suprapti, 2002). Winarno dan Koswara (2002), menambahkan bahwa pengasinan telur dikatakan berhasil dengan baik apabila telur asin yang dihasilkan bersifat stabil, dapat disimpan lama tanpa banyak mengalami perubahan, tidak berbau amoniak atau bau yang kurang sedap, penampakan putih telur baik, dan kuning telur mempur serta berminyak di bagian pinggir.


Berdasarkan proses pengolahannya, telur asin dapat dibuat dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh atau menggunakan adonan. Adonan garam merupakan campuran antara garam, abu gosok, serbuk bata merah, dan kadang-kadang sedikit kapur (Astawan, 2003). Menurut Ali (1992), teknik pembuatan telur asin ada 3 metode: pertama, perendaman dalam larutan garam dapur; kedua, pemolesan telur dengan pasta adonan batu bata atau abu dapur dan tanah liat yang padat atau kering; dengan perendaman telur dalam pasta bata merah yang kental setengah basah.


Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam akan menghasilkan telur asin yang jauh lebih bagus mutunya, warna lebih menarik, serta cita rasa yang lebih enak. Garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur. Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet karena air digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan. Pada umumnya konsentrasi garam 10-15% sudah cukup untuk membunuh sebagian besar jenis, kecuali bakteri halofilik yaitu bakteri yang tahan terhadap garam yang tinggi seperti Staphylococcus aureus, yang dapat tumbuh pada larutan garam 11-15%, bila pH nya 5-7.


Menurut Sukendra (1976), untuk menghasilkan telur asin yang memiliki karakteristik disukai diperlukan waktu 12 hari pengasinan. Menurut  Kautsar (2005), proses pengasinan telur memerlukan waktu selama 15 – 30 hari. Sedangkan proses pengasinan dengan larutan garam jenuh memerlukan waktu sekitar 7 – 10 hari. Lama waktu proses tersebut masih menjadi permasalahan yang harus dipecahkan, karena selain lama perendaman erat kaitannya dengan efisiensi waktu proses pengasinan telur, juga erat kaitannyadengan karakteristik organoleptik telur asin yangdihasilkan. Kulit telur ayam yang lebih tipis jika dibandingkan kulit telur bebek membuat garam lebih mudah masuk ke dalam telur ayam jika dibandingkan ke dalam telur bebek, sehingga untuk telur ayam seharusnya perlu menggunakan waktu selama waktu yang digunakan untuk pengeraman telur bebek.




D.  Peranan Garam (NaCl)


Garam berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas, sekaligus sebagai bahan pengawet. Hal ini dimungkinkan karena garam dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya menjadi terhambat. Garam juga dapat mencegah atau menghambat bekerjanya enzim proteolitik yaitu enzim yang menguraikan protein, dengan demikian protein dalam telur akan terpelihara kualitasnya. Fungsi garam yang lain adalah untuk menyerap air, sehingga telur yang dihasilkan akan menjadi awet. Adanya air di dalam bahan makanan sering menyebabkan bahan makanan tersebut mudah rusak, karena air merupakan media yang baik bagi berkembangnya mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir (Astawan dan Astawan, 1989). Dijelaskan lebih lanjut oleh (Astawan, 2003), bahwa garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.




E.  Proses Masuknya Garam kedalam Telur


Pengasinan telur umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu perendaman dalam larutan garam dan pemeraman oleh adonan campuran garam dengan tanah liat, atau abu gosok atau bubuk bata merah Prinsip kedua cara tersebut adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses pengurangan air dari bahan dengan cara membenamkan      bahan   dalam suatu     larutan ber- konsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai  tekanan osmosis tinggi. Dehidrasi osmosis (osmotic dehydration) merupakan proses perpindahan massa secara simultan (countercurrent flows) antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan ke dalam bahan. Perpindahan massa osmosis dinyatakan sebagai kehilangan air (WL,water loss) dan penambahan padatan, SG, solid gain). Aplikasi dehidrasi osmosis dalam proses pengasinan, terlihat dengan keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur. (Kastaman dkk, 2005)


Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion chlor inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Makin lama dibungkus dengan adonan, makin banyak garam yang merembes masuk ke dalamnya, sehingga telur menjadi semakin awet dan asin. Lamanya telur dibungkus adonan ini harus disesuaikan dengan selera masyarakat yang akan mengonsumsinya. (Anonimusa, 2009)


Pada proses pembuatan telur asin terjadi pertukaran ion yang bersifat stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+.  Pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang berlangs ung lengkap . (Underwood, 2001). Ion Na didapatkan dari garam sedangkan ion Hberasal dari air . Dengan demikian, ion Na masuk kedalam telur dan kadar air berkurang, akibatnya telur menjadi asin.








  






III.  PELAKSANAAN PRAKTIKUM




A. Waktu dan Tempat


Waktu   :  Jumat, 23 Mei 2013 pukul 13.00 WIB.


Tempat : Laboratorium Nutrisi Dan Makanan Ternak, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.




B. Alat dan Bahan


·         Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:


1. Baskom


2. Toples


·         Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:


1. 5 butir telur bebek


2. 2 bungkus abu gosok


3. 1 ½ bungkus kecil garam halus


4. Air secukupnya




C . Cara Kerja:


1. Bersihkan telur – telur bebek dengan air bersih secara perlahan agar telur tidak pecah.


2. Setelah dibersihkan, siapkan baskom dan masukkan abu gosok dan campurkan dengan garam sedikit demi sedikit.


3. Tambahkan air sedikit demi sedikit sampai campuran abu gosok dan garam tadi menjadi menyatu dan bisa untuk di rekatkan pada telur – telur bebek.


4. Rekatkan / selimuti satu per satu campuran no.3 dengan telur – telur bebek yang akan diasinkan.


5. Susun satu per satu telur tadi kedalam toples dengan hati – hati.


6. Tutup toples dan diamkan selama 10 hari.






IV. HASIL DAN PEMBAHASAN




Pada praktikum teknologi hasil ternak kali ini kami mengolah telur dengan diawetkan dengan cara diasinkan. Adapun bahan yang digunakan adalah telur bebek. Telur merupakan sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, mudah diperoleh dan harganya pun murah.  Menurut Sarwono (1995),  Telur  adalah salah satu bahan hasil ternak yang bergizi tinggi dan sangat bermanfaat bagi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Telur itik mengandung protein, kalori dan lemak lebih tinggi dari pada telur ayam (Sultoni, 2004) dan telur asin lebih lazim memakai telur itik/ bebek karena penetrasi garam kedalam telur pada telur ituk lebih mudah  (Winarno dan Koswara, 2002) sehingga kami memilih telur itik sebagai bahan telur yang akan diasinkan.


Pengasinan adalah salah satu metode pengawetan telur agar telur dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. karena bila tidak diawetkan telur tersebut akan rusak karena terjadinya pertumbuhan pada mikroba pada telur tersebut. Prinsip pengawetan telur itu sendiri adalah untuk mencegah tumbuhnya bakteri pembusuk ke dalam telur dan untuk mencegah keluarnya air dari dalam telur. Telur asin adalah telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam (NaCl) (Suprapti, 2002). Tujuan utama dari pengasinan telur ini adalah untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai konsumen dan memepunyai daya awet ( Sampurno et al, 2002).


Menurut Ali (1992), teknik pembuatan telur asin ada 3 metode : pertama, perendaman dalam larutan garam dapur;  kedua, pemolesan telur dengan pasta adonan batu bata atau abu dapur dan tanah liat yang padat dan kering:  ketiga, dengan perendaman telur dalam pasta bata merah yang kental setengah basa. Pada praktikum kali ini kami menggunakan metode kedua yaitu dengan cara dioleskan dengan adonan  abu gosok atau abu dapur.


Metode pengasinan dengan cara pengolesan dengan abu gosok yaitu pertama pastikan bahwa telur itik tersebut tidak retak atau dalam kualitas yang baik. Karena jika  dalam keadaaan yang retak selama pengasinan akan menyebabkan larutan perendamannya berbau busuk (Suprapti, 2002). Selanjutnya, telur tersebut dibersihkan dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran – kotoran yang menempel pada telur itik yang akan mengkontaminasi telur tersebut selama proses pengasinan. Setelah telur dibersihkan, maka telur tersebut dioleskan pada adonan abu gosok dan garam dapur dengan perbandingan 1:1 yang diberi air secukupnya agar adonan menempel pada telur. Setelah adonan menempel pada semua permukaan telur, masukkan satu persatu telur tersebut kedalam toples secara hati – hati dan tambahkan sedikit sisa adonan abu gosok dan garam tersebut. Lalu tutup rapat toples tersebut dan selama 10 hari.


Pengasinan dengan cara dioleskan adonan abu gosok dan dicampur dengan garam ini adalah metode dehidrasi osmosis, dimana menurut Kastaman dkk, 2005, terjadi proses pengeluaran air dari bahan (telur) dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan yang berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi. Perpindahan massa osmosis dinyatakan dengan kehilangan air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam kedalam telur. Garam (NaCl) berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas dan sebagai bahan pengawet. Hal ini karena garam dapat mengurangi kelarutan oksigen yang digunakan bakteri untuk hidup. Garam juga mengahambat atau mencegah enzim pengurai protein (proteolitik) agar protein dalam telur asin tetap utuh dan terjaga, juga menyerap air sehingga membuat telur menjadi awet. Dijelaskan oleh (Astawan, 2003), bahwa garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.


Garam (NaCl) masuk kedaam telur dengan cara merembes melalui pori –pori kulit telur, menuju ke bagian putih telur dan akhirnya ke kuning telur. Garam mula – mula diubah menjadi ion Na+ (natrium) dan ion Cl- (klor). Ion Cl- (klor) inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai bahan  pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur.


Pada proses pembuatan telur aisn juga terjadi pertukaran ion yang bersifat stokiometri, yakni H+ diganti oleh suatu Na+. pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan yang jarang berlangsung lengkap (Underwood, 2001). Ion Na+ didapatkan dari garam sedangkan ion H+ berasal dari air. Maka dari itu, ion Na+ masuk kedalam telur dan kadar air berkurang, sehingga telur menjadi asin. Perlu diketahui bahwa telur asin yang berkualitas baik memiliki rasa asin yang cukup, kuning telur berwarna kemerahan dan terkesan berpasir (masir) (Suprapti, 2002).




















































V. KESIMPULAN DAN SARAN




A. Kesimpulan


1. Telur dalah salah satu produk hasil ternak yang mempunyai gizi tinggi dan bermanfaat bagi masyarakat. Telur itik mengandung protein , kalori dan lemak yang lebih tinggi dari pada telur ayam.


2. Telur itik lebih cocok untuk dijadikan telur asin karena penetrasi garam ke dalam telur lebih mudah.


3. Pengasinan adalah salah satu metode pengawetan agar telur dapat disimpan dalam waktu yang lama dengan prinsip untuk mencegah tumbuhnya bakteri pembusuk kedalam telur dan mencegah keluarnya air dari  dalam telur.


4. Pengasinan dengan cara dioleskan adonan abu gosok dan dicampur dengan garam adalah metode dehidrasi osmosis yang merupakan proses perpindahan massa secara stimultan antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan  kedalam bahan.


5. Garam (NaCl) berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.


6. Ion Cl- (klor) dari larutan garam (NaCl) diubah menjadi Na+ dan Cl- yang berperan sebagai bahan pengawet telur dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur.


7. Pada pembuatan telur asin terjadi pertukaran ion Na+  dari luar kedalam telur dan ion H+ dari dalam keluar telur yang menyebabkan telur menjadi asin.


8. Telur asin yang berkualitas baik adalah memiliki rasa asin yang cukup, kuning telur berwarna kemerahan dan terkesan berpasir (masir).










B. Saran


Diharapkan agar dalam pembuatan telur asin harus dikerjakan secara hati – hati agar telur tidak pecah dan toples harus dipastikan rapat agar udara tidak masuk kedalam telur yang dapat membuat telur menjadi busuk.

















































DAFTAR PUSTAKA






Ali, U. 1992. Telur Asin. Buletin Peternakan Indonesia. 151:09.


Anonimus  2007. Tips Mengolah Telurhttp://www.google.com. Diakses pada 30 Mei 2013.


Anonimus, 2008. Kegunaan Telurhttp://www.wikipedia.comDiakses pada 30 Mei 2013.


Anonimusa, 2009. Laporan Biologi Pembuatan Telur Asin.  http://njuznya.blogspot.com/2009/05/laporan-biologi-pembuatan-telur-asin.html. Diakses pada 30 Mei 2013.


Anonimusb, 2009. Telur asinhttp://www.ristek.go.idDiakses pada 29 Mei 2013.


Astawan, M. 2003. Telur Asin: Aman dan Penuh Gizi! . (http://www.kompas.com/kesehatan/news/0302/21/195529.htm). Tanggal akses: 30 Mei 2013


Haryoto. 1996. Membuat Telur Asin. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


Hintono, A. 1995. Dasar-Dasar Ilmu Telur. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.


Kastaman, Roni; Susdaryanto dan Nopianto, Budi H. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur Metode Reverse Osmosis  Pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal Teknik Industri Pertanian 19 (1) :30-39


Kautsar I. 2005. Pengaruh Lama Perendaman dalam Larutan Asam Asetat 7% dan Lama Perendaman Terhadap Beberapa Karakteristik Telur Asin.[Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor. 


Khin M.M., W. Zhou dan C. Perera. 2005. Development in the combined treatment of coating and osmotic dehydration of food: A review. International Journal of Food Engineering pp.1-15.


Lazarides H.N., P. Fito., A.Chiralt., V. Gekas dan A. Lenart. 1999. Advances in osmotic dehydration. Hemisphere Publisher Co., New York pp. 239-248.


Sahroni. 2003. Sifat organoleptik, sifat fisik dan kandungan zat gizi telur itik asin dengan penambahan rempah-rempah pada proses pengasinan. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.


Sampurno, A., Haslina, dan R. Murtanti. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi dan Citarasa Telur Asin melalui teknik Inkubasi. Universitas Semarang, Semarang. Dalam Sainteks IX (2) : 142-154.


Saputra D. 2000. Kinetika pindah massa dehidrasi osmosis nanas. Di dalam Prosiding Seminar Pemberdayaan Industri Pangan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Menghadapi Era Perdagangan Bebas. Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia, Surabaya.


Sarwono, B. 1995. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur.  PT. Penebar Swadaya, Jakarta.


Sukendra L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek (Muscovy sp) dengan Menggunakan Adonan Campuran Garam dan Bata Terhadap Mutu Telur Asin Selama Penyimpanan. [Skripsi].           Fakultas           Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian-IPB, Bogor. 


Suprapti, L. M. 2002. Pengawetan Telur. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.


Underwood, A.L., dan Day R. A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Erlangga. Jakarta.


Winarno, F. G. dan S. Koswara, 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.


Sarwono B. 1995. Pengawetan dan pemanfaatan telur. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.


Sultoni A. 2004. Pengaruh konsentrasi larutan asam asetat dan lama perendaman terhadap beberapa karakteristik telur asin dari telur itik Jawa Anas javanicus). [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor.


Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4277-1996: Telur asin.


Lachish U. 2007. Osmosis and thermodynamics. American Journal of Physics 75(11):997-998