I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang
memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi khususnya kandungan
protein. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur segar yang
baik adalah yang kondisi luarnya baik, bentuk kulit baik dan cukup tebal, tidak
cacat (retak atau pecah), tekstur permukaan dan warnanya bagus serta bersih,
jika diteropong rongga udaranya kecil, kuning telur ditengah, dan tidak terdapat
bercak atau noda darah. Untuk mengetahui kondisi telur dapat dilakukan
peneropongan dengan bantuan sinar atau merendamnya dalam air bersih (Haryoto,
1996).
Telur adalah salah satu bahan makanan
hasil ternak unggas yang bergizi tinggi dan bermanfaat untuk pemenuhan gizi
masyarakat. Telur merupakan sumber protein yang mudah diperoleh. Protein
tersebut terdapat di dalam kuning telur dan putih telur (Sarwono, 1995).
Dibandingkan dengan telur ayam, telur
itik mengandung protein, kalori dan lemak lebih tinggi (Sultoni, 2004). Tetapi
seperti telur unggas lainnya, telur itik memiliki sifat mudah rusak. Kerusakan
tersebut disebabkan kontaminasi pada kulit telur oleh mikroorganisme yang
berasal dari kotoran induk unggas maupun yang ada pada kandang (Frazier, 1988 dalam
Kautsar, 2004).
Untuk mengurangi kerusakan telur itik
selama penyimpanan dan sekaligus meningkatkan nilai ekonominya dilakukan upaya
pengasinan (Sarwono, 1995). Pengasinan telur umumnya dilakukan dengan dua cara,
yaitu perendaman dalam larutan garam dan pemeraman oleh adonan campuran garam
dengan tanah liat, atau abu gosok atau bubuk bata merah (Sahroni, 2003).
Prinsip kedua cara tersebut adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses pengurangan
air dari bahan dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan berkonsentrasi
tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi (Saputra, 2000).
Dehidrasi osmosis (osmotic
dehydration) merupakan proses perpindahan massa secara simultan (countercurrent
flows) antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari
larutan ke dalam bahan (Lazarides et al., 1999; Khin et al.,
2005). Perpindahan massa osmosis dinyatakan sebagai kehilangan air (WL,
water loss) dan penambahan padatan, SG, solid gain) (Saputra, 2000;
Khin et al., 2005).
Aplikasi dehidrasi osmosis dalam proses
pengasinan, terlihat dengan keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan
masuknya larutan garam ke dalam telur. Menurut Sukendra (1976), untuk
menghasilkan telur asin yang memiliki karakteristik disukai diperlukan waktu 12
hari pengasinan. Menurut Suharno dan Amri (2002) dalam Kautsar (2005),
proses pengasinan telur memerlukan waktu selama 15 – 30 hari. Sedangkan proses
pengasinan dengan larutan garam jenuh memerlukan waktu sekitar 7 – 10 hari
(Suprapti, 2002 dalam Sultoni, 2004). Lama waktu proses tersebut masih
menjadi permasalahan yang harus dipecahkan, karena selain lama perendaman erat
kaitannya dengan efisiensi waktu proses pengasinan telur, juga erat kaitannya
dengan karakteristik organoleptik telur asin yang dihasilkan.
Pada praktikum
ini ingin diketahui cara untuk memanfaatkan hasil ternak berupa telur bebek
yang akan dibuat menjadi telur asin dengan campuran abu gosok dan garam.
B.Tujuan
Tujuan praktikum
ini adalah untuk mengetahui cara mengelolah hasil ternak yaitu telur bebek yang
akan dibuat menjadi telur asin.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Struktur dan Komposisi Telur
Secara rinci struktur telur terbagi
atas: kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, kantung
udara, chalaza, putih telur (albumen), membran vitelin,
kuning telur (yolk) dan bakalan anak unggas (germ spot)
(Winarno dan Koswara, 2002).
·
Kulit
telur
Kulit telur merupakan bagian yang
paling keras. Bagian ini tersusun dari 95,1% garam-garam anorganik; 3,3% bahan
organik (terutama protein) dan 1,6% air. Bahan-bahan anorganik tersebut terdiri
dari kalsium, magnesium, fosfor, besi dan belerang.
·
Putih telur
Putih telur (albumen) banyaknya
sekitar 60% dari keseluruhan telur dan terletak di antara kulit telur dan kuing
telur (Sarwono, 1994). Komposisi putih telur terdiri dari air 87%; protein 12%;
lemak 0,3%; glukosa 0,4%; dan abu 0,3%. Protein putih
telur terdiri dari sekitar 11 macam protein sederhana (Winarno dan Koswara,
2002). Protein putih telur (albumen) terdiri dari ovalbumin, konalbumin,
ovomukoid, lisozim (G1 globulin), G2 globulin, G3 globulin, ovomusin,
flavoprotein, avidin, ovoglikoprotein, ovomakroglobulin, dan ovoinhibitor
(Hintono,1995).
·
Kuning telur
Kuning telur termasuk bagian terpenting
pada isi telur, sebab pada bagian inilah embrio tumbuh dan terdapat bakal anak terutama
pada telur yang telah dibuahi (Sarwono, 1994). Kuning telur berbentuk bulat,
berwarna kuning atau oranye, terletak pada pusat telur dan bersifat
elastis.warna kuning dari kuning telur disebabkan oleh kandungan santrofil yang
berasal dari makanan ayam. Pigmen lain yang terdapat di dalamnya adalah
karotenoid (Winarno dan Koswara, 2002).
B.
Kandungan Gizi Telur
Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik
rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah
diperoleh dan harganya murah. Telur dapat dimanfaatkan sebagai lauk, bahan pencampur
berbagai makanan, tepung telur, obat, dan lain sebagainya. Telur terdiri dari
protein 13 %, lemak 12 %, serta vitamin, dan mineral. Nilai tertinggi telur
terdapat pada bagian kuningnya. Kuning telur mengandung asam amino esensial
yang dibutuhkan serta mineral seperti : besi, fosfor, sedikit kalsium, dan
vitamin B kompleks. Sebagian protein (50%) dan semua lemak terdapat pada kuning
telur. Adapun putih telur yang jumlahnya sekitar 60 % dari seluruh bulatan
telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit karbohidrat. Hampir semua
lemak dalam sebutir telur itik terdapat pada bagian kuningnya, mencapai 35
persen, sedangkan di bagian putihnya tidak ada sama sekali. Lemak pada telur
terdiri dari trigliserida (lemak netral), fosfolipida (umumnya berupa lesitin),
dan kolesterol. Fungsi trigliserida dan fosfolipida bagi tubuh adalah
sebagai sumber energi, satu gram lemak menghasilkan 9 kilokalori energi. Lemak
dalam telur berbentuk emulsi (bergabung dengan air), sehingga menjadi lebih
mudah dicerna, baik oleh bayi, anak-anak, maupun golongan lanjut usia. Kelemahan telur yaitu
memiliki sifat mudah rusak, baik kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan
akibat serangan mikroorganisme melalui pori-pori telur. Oleh sebab itu usaha
pengawetan sangat penting untuk mempertahankan kualitas telur. (Anonimusb,
2009).
C.
Pengawetan Telur
Usaha pengawetan telur sangat penting untuk mempertahankan
kualitas telur ayam & bebek. Salah satu penyebab kerusakan telur adalah
karena terjadinya pertumbuhan pada mikroba pada telur tersebut. Supaya telur
menjadi lebih awet, maka dilakukan proses pengawetan. Tujuan pengawetan telur
adalah untuk mengurangi jumlah awal sel jasad renik didalam telur,
memperpanjang fase adaptasi semaksimum mungkin sehingga pertumbuhan mikroba
diperlambat, memperlambat fase pertumbuhan logaritmik , dan mempercepat fase
kematian mikroba.
Prinsip pengawetan telur adalah untuk :
1. Mencegah masuknya
bakteri pembusuk ke dalam telur;
2. Mencegah keluarnya air
dari dalam telur.
·
Pengertian Telur Asin
Telur asin adalah istilah umum untuk masakan berbahan dasar
telur yang diawetkan dengan cara diasinkan (diberikan garam berlebih untuk
menonaktifkan enzim perombak). Kebanyakan telur yang diasinkan adalah telur
itik, meski tidak menutup kemungkinan untuk telur-telur yang lain. Masa
kadaluwarsa telur asin bisa mencapai satu bulan (30 hari). (Anonimusa,
2009)
Telur asin merupakan telur yang
diawetkan dengan cara diasinkan dengan garam (NaCl) (Suprapti, 2002). Winarno
dan Koswara (2002), menyatakan bahwa telur itik sangat lazim diasinkan karena
penetrasi garam ke dalam telur pada telur itik lebih mudah.
Prinsip dari pengasinan telur yaitu
pemberian garam dapur ke dalam isi telur yang masih mentah (Ali, 1992). Menurut
Sampurno et al. (2002), tujuan utama dari pengasinan telur adalah
untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai
konsumen dan mempunyai daya awet. Hal ini disebabkan karena NaCl yang masuk ke
dalam telur akan menjadikan telur lebih awet, serta NaCl tersebut akan
memberikan cita rasa asin pada telur.
·
Pengasinan Telur
Pengasinan sudah dikenal sejak zaman
dulu oleh masyarakat Indonesia sebagai salah satu upaya untuk mengawetkan telur
(memperpanjang masa simpan), membuang rasa amis (terutama telur itik), dan
menciptakan rasa yang khas (Astawan, 2003). Pengasinan yang biasa dilakukan
secara tradisional menghasilkan telur yang bercita rasa khas dan disukai.
Meskipun penurunan berat relatif besar yaitu sekitar 2 – 8,4%. Hal ini
disebabkan adanya difusi air serta penguapan uap air dan gas-gas keluar dari
dalam telur (Winarno dan Koswara, 2002).
Telur yang akan diasinkan harus
diperiksa dan dipastikan bukan merupakan telur yang sudah pernah di erami dan
ada keretakan atau pecah kulit. Keretakan selama pengasinan akan menyebabkan
larutan perendamannya berbau busuk. Telur asin berkualitas baik memiliki rasa
asin yang cukup, kuning telur barwarna kemerahan, dan terkesan berpasir (masir)
(Suprapti, 2002). Winarno dan Koswara (2002), menambahkan bahwa pengasinan
telur dikatakan berhasil dengan baik apabila telur asin yang dihasilkan
bersifat stabil, dapat disimpan lama tanpa banyak mengalami perubahan, tidak
berbau amoniak atau bau yang kurang sedap, penampakan putih telur baik, dan
kuning telur mempur serta berminyak di bagian pinggir.
Berdasarkan proses pengolahannya, telur
asin dapat dibuat dengan cara merendam dalam larutan garam jenuh atau
menggunakan adonan. Adonan garam merupakan campuran antara garam, abu gosok,
serbuk bata merah, dan kadang-kadang sedikit kapur (Astawan, 2003). Menurut Ali
(1992), teknik pembuatan telur asin ada 3 metode: pertama, perendaman dalam
larutan garam dapur; kedua, pemolesan telur dengan pasta adonan batu bata atau
abu dapur dan tanah liat yang padat atau kering; dengan perendaman telur dalam
pasta bata merah yang kental setengah basah.
Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam
akan menghasilkan telur asin yang jauh lebih bagus mutunya, warna lebih
menarik, serta cita rasa yang lebih enak. Garam berfungsi sebagai pencipta rasa
asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi kelarutan oksigen
(oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim
perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur. Berkurangnya kadar air
menyebabkan telur menjadi lebih awet karena air digunakan oleh mikroorganisme
untuk pertumbuhan. Pada umumnya konsentrasi garam 10-15% sudah cukup untuk
membunuh sebagian besar jenis, kecuali bakteri halofilik yaitu bakteri yang
tahan terhadap garam yang tinggi seperti Staphylococcus aureus,
yang dapat tumbuh pada larutan garam 11-15%, bila pH nya 5-7.
Menurut Sukendra (1976), untuk menghasilkan telur asin yang
memiliki karakteristik disukai diperlukan waktu 12 hari pengasinan.
Menurut Kautsar (2005), proses pengasinan telur memerlukan waktu selama
15 – 30 hari. Sedangkan proses pengasinan dengan larutan garam jenuh memerlukan
waktu sekitar 7 – 10 hari. Lama waktu proses tersebut masih menjadi
permasalahan yang harus dipecahkan, karena selain lama perendaman erat
kaitannya dengan efisiensi waktu proses pengasinan telur, juga erat
kaitannyadengan karakteristik organoleptik telur asin yangdihasilkan. Kulit
telur ayam yang lebih tipis jika dibandingkan kulit telur bebek membuat garam
lebih mudah masuk ke dalam telur ayam jika dibandingkan ke dalam telur bebek,
sehingga untuk telur ayam seharusnya perlu menggunakan waktu selama waktu yang
digunakan untuk pengeraman telur bebek.
D.
Peranan Garam
(NaCl)
Garam berfungsi sebagai pencipta rasa
yang khas, sekaligus sebagai bahan pengawet. Hal ini dimungkinkan karena garam
dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga bakteri yang membutuhkan oksigen
untuk hidupnya menjadi terhambat. Garam juga dapat mencegah atau menghambat
bekerjanya enzim proteolitik yaitu enzim yang menguraikan protein, dengan
demikian protein dalam telur akan terpelihara kualitasnya. Fungsi garam yang
lain adalah untuk menyerap air, sehingga telur yang dihasilkan akan menjadi
awet. Adanya air di dalam bahan makanan sering menyebabkan bahan makanan
tersebut mudah rusak, karena air merupakan media yang baik bagi berkembangnya
mikroorganisme seperti bakteri, kapang dan khamir (Astawan dan Astawan, 1989).
Dijelaskan lebih lanjut oleh (Astawan, 2003), bahwa garam berfungsi sebagai
pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi
kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim
proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.
E.
Proses Masuknya Garam kedalam Telur
Pengasinan telur umumnya dilakukan dengan dua cara, yaitu
perendaman dalam larutan garam dan pemeraman oleh adonan campuran garam dengan
tanah liat, atau abu gosok atau bubuk bata merah Prinsip kedua cara tersebut
adalah dehidrasi osmosis, yaitu proses pengurangan air dari bahan dengan cara
membenamkan bahan dalam
suatu larutan ber- konsentrasi tinggi, larutan tersebut
mempunyai tekanan osmosis tinggi. Dehidrasi osmosis (osmotic dehydration)
merupakan proses perpindahan massa secara simultan (countercurrent flows)
antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan ke
dalam bahan. Perpindahan massa osmosis dinyatakan sebagai kehilangan air
(WL,water loss) dan penambahan padatan, SG, solid gain). Aplikasi
dehidrasi osmosis dalam proses pengasinan, terlihat dengan keluarnya air dari
dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur. (Kastaman
dkk, 2005)
Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes
melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur.
Garam NaCl mula-mula akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion
chlor (Cl-). Ion chlor inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai
bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur. Makin lama
dibungkus dengan adonan, makin banyak garam yang merembes masuk ke dalamnya,
sehingga telur menjadi semakin awet dan asin. Lamanya telur dibungkus adonan
ini harus disesuaikan dengan selera masyarakat yang akan mengonsumsinya.
(Anonimusa, 2009)
Pada proses pembuatan telur asin terjadi pertukaran ion yang
bersifat stokiometri, yakni satu H+ diganti oleh suatu Na+.
Pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan dan jarang berlangs ung
lengkap . (Underwood, 2001). Ion Na didapatkan dari garam sedangkan
ion H+ berasal dari air . Dengan demikian, ion Na masuk kedalam
telur dan kadar air berkurang, akibatnya telur menjadi asin.
III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Waktu :
Jumat, 23 Mei 2013 pukul 13.00 WIB.
Tempat :
Laboratorium Nutrisi Dan Makanan Ternak, Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
B. Alat dan Bahan
·
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Baskom
2. Toples
·
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1.
5 butir telur bebek
2.
2 bungkus abu gosok
3. 1 ½ bungkus kecil garam halus
4. Air secukupnya
C . Cara Kerja:
1.
Bersihkan telur – telur bebek dengan air bersih secara perlahan agar telur
tidak pecah.
2. Setelah
dibersihkan, siapkan baskom dan masukkan abu gosok dan campurkan dengan garam sedikit
demi sedikit.
3.
Tambahkan air sedikit demi sedikit sampai campuran abu gosok dan garam tadi
menjadi menyatu dan bisa untuk di rekatkan pada telur – telur bebek.
4.
Rekatkan / selimuti satu per satu campuran no.3 dengan telur – telur bebek yang
akan diasinkan.
5. Susun
satu per satu telur tadi kedalam toples dengan hati – hati.
6. Tutup
toples dan diamkan selama 10 hari.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum teknologi hasil ternak kali ini kami mengolah
telur dengan diawetkan dengan cara diasinkan. Adapun bahan yang digunakan
adalah telur bebek. Telur merupakan sumber protein hewani yang memiliki rasa
yang lezat, mudah dicerna, mudah diperoleh dan harganya pun murah. Menurut Sarwono (1995), Telur
adalah salah satu bahan hasil ternak yang bergizi tinggi dan sangat
bermanfaat bagi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Telur itik mengandung
protein, kalori dan lemak lebih tinggi dari pada telur ayam (Sultoni, 2004) dan
telur asin lebih lazim memakai telur itik/ bebek karena penetrasi garam kedalam
telur pada telur ituk lebih mudah
(Winarno dan Koswara, 2002) sehingga kami memilih telur itik sebagai
bahan telur yang akan diasinkan.
Pengasinan adalah salah satu metode pengawetan telur agar
telur dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. karena bila tidak diawetkan
telur tersebut akan rusak karena terjadinya pertumbuhan pada mikroba pada telur
tersebut. Prinsip pengawetan telur itu sendiri adalah untuk mencegah tumbuhnya
bakteri pembusuk ke dalam telur dan untuk mencegah keluarnya air dari dalam
telur. Telur asin adalah telur yang diawetkan dengan cara diasinkan dengan
garam (NaCl) (Suprapti, 2002). Tujuan utama dari pengasinan telur ini adalah
untuk mendapatkan telur asin yang mempunyai cita rasa yang khas, disukai
konsumen dan memepunyai daya awet ( Sampurno et al, 2002).
Menurut Ali (1992), teknik pembuatan telur asin ada 3 metode
: pertama, perendaman dalam larutan garam dapur; kedua, pemolesan telur dengan pasta adonan
batu bata atau abu dapur dan tanah liat yang padat dan kering: ketiga, dengan perendaman telur dalam pasta
bata merah yang kental setengah basa. Pada praktikum kali ini kami menggunakan
metode kedua yaitu dengan cara dioleskan dengan adonan abu gosok atau abu dapur.
Metode pengasinan dengan cara pengolesan dengan abu gosok
yaitu pertama pastikan bahwa telur itik tersebut tidak retak atau dalam
kualitas yang baik. Karena jika dalam
keadaaan yang retak selama pengasinan akan menyebabkan larutan perendamannya
berbau busuk (Suprapti, 2002). Selanjutnya, telur tersebut dibersihkan dengan
air bersih untuk menghilangkan kotoran – kotoran yang menempel pada telur itik
yang akan mengkontaminasi telur tersebut selama proses pengasinan. Setelah
telur dibersihkan, maka telur tersebut dioleskan pada adonan abu gosok dan
garam dapur dengan perbandingan 1:1 yang diberi air secukupnya agar adonan
menempel pada telur. Setelah adonan menempel pada semua permukaan telur,
masukkan satu persatu telur tersebut kedalam toples secara hati – hati dan
tambahkan sedikit sisa adonan abu gosok dan garam tersebut. Lalu tutup rapat
toples tersebut dan selama 10 hari.
Pengasinan dengan cara dioleskan adonan abu gosok dan dicampur
dengan garam ini adalah metode dehidrasi osmosis, dimana menurut Kastaman dkk,
2005, terjadi proses pengeluaran air dari bahan (telur) dengan cara membenamkan
bahan dalam suatu larutan yang berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai
tekanan osmosis tinggi. Perpindahan massa osmosis dinyatakan dengan kehilangan
air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam kedalam telur. Garam
(NaCl) berfungsi sebagai pencipta rasa yang khas dan sebagai bahan pengawet.
Hal ini karena garam dapat mengurangi kelarutan oksigen yang digunakan bakteri
untuk hidup. Garam juga mengahambat atau mencegah enzim pengurai protein (proteolitik)
agar protein dalam telur asin tetap utuh dan terjaga, juga menyerap air
sehingga membuat telur menjadi awet. Dijelaskan oleh (Astawan, 2003), bahwa
garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena
dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri),
menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air
dari dalam telur.
Garam (NaCl) masuk kedaam telur dengan cara merembes melalui
pori –pori kulit telur, menuju ke bagian putih telur dan akhirnya ke kuning
telur. Garam mula – mula diubah menjadi ion Na+ (natrium) dan ion Cl-
(klor). Ion Cl- (klor) inilah yang sebenarnya berfungsi sebagai
bahan pengawet, dengan menghambat
pertumbuhan mikroba pada telur.
Pada proses pembuatan telur aisn juga terjadi pertukaran ion
yang bersifat stokiometri, yakni H+ diganti oleh suatu Na+.
pertukaran ion adalah suatu proses kesetimbangan yang jarang berlangsung
lengkap (Underwood, 2001). Ion Na+ didapatkan dari garam sedangkan
ion H+ berasal dari air. Maka dari itu, ion Na+ masuk
kedalam telur dan kadar air berkurang, sehingga telur menjadi asin. Perlu
diketahui bahwa telur asin yang berkualitas baik memiliki rasa asin yang cukup,
kuning telur berwarna kemerahan dan terkesan berpasir (masir) (Suprapti, 2002).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Telur
dalah salah satu produk hasil ternak yang mempunyai gizi tinggi dan bermanfaat
bagi masyarakat. Telur itik mengandung protein , kalori dan lemak yang lebih
tinggi dari pada telur ayam.
2. Telur
itik lebih cocok untuk dijadikan telur asin karena penetrasi garam ke dalam
telur lebih mudah.
3.
Pengasinan adalah salah satu metode pengawetan agar telur dapat disimpan dalam
waktu yang lama dengan prinsip untuk mencegah tumbuhnya bakteri pembusuk
kedalam telur dan mencegah keluarnya air dari
dalam telur.
4. Pengasinan
dengan cara dioleskan adonan abu gosok dan dicampur dengan garam adalah metode
dehidrasi osmosis yang merupakan proses perpindahan massa secara stimultan
antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan kedalam bahan.
5. Garam
(NaCl) berfungsi
sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet karena dapat mengurangi
kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim
proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur.
6. Ion Cl-
(klor) dari larutan garam (NaCl) diubah menjadi Na+ dan Cl-
yang berperan sebagai bahan pengawet telur dengan menghambat pertumbuhan
mikroba pada telur.
7. Pada
pembuatan telur asin terjadi pertukaran ion Na+ dari luar kedalam telur dan ion H+
dari dalam keluar telur yang menyebabkan telur menjadi asin.
8. Telur
asin yang berkualitas baik adalah memiliki rasa asin yang cukup, kuning telur
berwarna kemerahan dan terkesan berpasir (masir).
B. Saran
Diharapkan
agar dalam pembuatan telur asin harus dikerjakan secara hati – hati agar telur
tidak pecah dan toples harus dipastikan rapat agar udara tidak masuk kedalam
telur yang dapat membuat telur menjadi busuk.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, U. 1992. Telur
Asin. Buletin Peternakan Indonesia. 151:09.
Anonimusa,
2009. Laporan Biologi Pembuatan Telur Asin.
http://njuznya.blogspot.com/2009/05/laporan-biologi-pembuatan-telur-asin.html.
Diakses pada 30 Mei 2013.
Haryoto. 1996. Membuat Telur Asin. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Hintono, A. 1995.
Dasar-Dasar Ilmu Telur. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Semarang.
Kastaman,
Roni; Susdaryanto dan Nopianto, Budi H. 2005. Kajian Proses Pengasinan Telur
Metode Reverse Osmosis Pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal
Teknik Industri Pertanian 19 (1) :30-39
Kautsar I.
2005. Pengaruh Lama Perendaman dalam Larutan Asam Asetat 7% dan Lama Perendaman
Terhadap Beberapa Karakteristik Telur Asin.[Skripsi]. Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran, Jatinangor.
Khin
M.M., W. Zhou dan C. Perera. 2005. Development in the combined treatment of
coating and osmotic dehydration of food: A review. International Journal of
Food Engineering pp.1-15.
Lazarides
H.N., P. Fito., A.Chiralt., V. Gekas dan A. Lenart. 1999. Advances in osmotic
dehydration. Hemisphere Publisher Co., New York pp. 239-248.
Sahroni. 2003. Sifat organoleptik, sifat fisik dan kandungan
zat gizi telur itik asin dengan penambahan rempah-rempah pada proses
pengasinan. [Skripsi]. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sampurno, A.,
Haslina, dan R. Murtanti. 2002. Peningkatan Nilai Nutrisi dan Citarasa Telur
Asin melalui teknik Inkubasi. Universitas Semarang, Semarang. Dalam Sainteks IX
(2) : 142-154.
Saputra D. 2000. Kinetika pindah massa dehidrasi osmosis
nanas. Di dalam Prosiding Seminar Pemberdayaan Industri Pangan Dalam
Rangka Peningkatan Daya Saing Menghadapi Era Perdagangan Bebas. Perhimpunan
Ahli Teknologi Pangan Indonesia, Surabaya.
Sarwono, B. 1995. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sukendra
L. 1976. Pengaruh cara pengasinan telur bebek (Muscovy sp) dengan
Menggunakan Adonan Campuran Garam dan Bata Terhadap Mutu Telur Asin Selama
Penyimpanan.
[Skripsi].
Fakultas Mekanisasi
dan Teknologi Hasil Pertanian-IPB, Bogor.
Suprapti, L. M.
2002. Pengawetan Telur. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Underwood,
A.L., dan Day R. A. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Erlangga. Jakarta.
Winarno, F. G. dan
S. Koswara, 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press,
Bogor.
Sarwono B. 1995. Pengawetan dan pemanfaatan telur. PT.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Sultoni A. 2004. Pengaruh konsentrasi larutan asam asetat dan
lama perendaman terhadap beberapa karakteristik telur asin dari telur itik Jawa
Anas javanicus). [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran,
Jatinangor.
Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4277-1996: Telur
asin.
Lachish
U. 2007. Osmosis and thermodynamics. American Journal of Physics 75(11):997-998