Saturday, 17 December 2016

Laporan Nutrisi Ternak Unggas (Pemelihaan ayam broiler dengan penambahan tepung kunyit dan temulawak pada pakan)



I. PENDAHULUAN

                         
A.   Latar Belakang

Ayam broiler adalah salah satu jenis ternak yang memberikan kontribusi cukup besar dalam memenuhi kebutuhan protein asal hewan masyarakat indonesia. Setiap tahunnya kebutuhan masyarakat akan daging broiler terus meningkat. peningkatan ini terjadi karena daging broiler ini harganya hampir terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Ayam broiler adalah salah satu jenis ternak unggas yang memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat. Pada umur 5 - 6 minggu ayam broiler sudah bisa dipanen. Namun laju pertumbuhan yang cepat ini banyak mendatangkan permasalahan bagi para peternak selain membutuhkan pakan yang banyak juga daging yang dihasilkan memiliki perlemakan yang tinggi. Efisiensi pakan oleh ternak broiler sangat rendah karena harga pakan yang sangat mahal, sehingga para peternak biasa memberikan pakan dengan kadar lemak tinggi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan memberikan feed additive atau imbuhan pakan dalam bentuk antibiotik sintetik agar penyerapan zat makanan didalam tubuh broiler bisa berlangsung dengan maksimal.  
Pemberian pakan yang mengadung kadar lemak tinggi mengakibatkan tingginya perlemakan pada daging broiler, sehingga kadar kolestrol yang terdapat pada daging broiler akan sangat tinggi. Tingginya kadar kolestrol ini menurunkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi daging broiler. Karena saat ini masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat dan rendah kolestrol.
Penggunaan antibiotik sintetik juga menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan karena antibiotik sintetik yang terdiri atas bahan – bahan kimia ini, akan teresidu didalam daging ayam yang dihasilkan. Residu bahan – bahan kimi ini sangat buruk dampaknya bagi kesehatan tubuh manusia dan broiler itu sendiri. Karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap anibiotik, serta dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis penyakit.
Untuk mencegah terjadinya dampak – dampak buruk dari penggunaan antibiotik sintetik dan pemberian pakan tinggi lemak, salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah mengganti antibiotik sintetik yang biasa digunakan dengan antibiotik herbal dari tumbuh – tumbuhan yang mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik dan tidak berbahaya bagi manusia.
Temulawak dan kunyit adalah beberapa jenis tanaman yang bisa kita gunakan untuk menggantikan antibiotik sintetik. Menurut Rukayadi dan Hwang (2006) efektifitas xanthorrhizol yang diisolasi dari temulawak khasiatnya sama dengan antijamur komersil jenis amphotericin B. Dengan fungsi diatas, praktikum kali ini mencoba mengetahui cara pemeliharaan ayam broiler dan konversi, konsumsi pakan dan pertumbuhan bobot badan akibat pengaruh temulawak pada pakan ayam broiler.


B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pemeliharaan ayam broiler
2. Untuk mengetahui tentang konversi pakan ayam broiler
3. Untuk mengetahui tentang konsumsi pakan ayam broiler
4. Untuk mengetahui tentang pertambahan bobot badan ayam broiler
5. Untuk mengetahui tentang pengaruh temulawak terhadap pertumbuhan ayam broiler



II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Ayam Broiler
 Hasil gambar untuk ayam broiler
Ayam broiler adalah ayam yang dikembangkan atau dibudidayakan khusus untuk mendapatkan dagingnya, sehingga dada ayam broiler lebih gemuk dibandingkan bagian dorsalnya. Dengan demikian, ayam jenis ini disebut ayam pedaging. Lama pemeliharaan ayam ini sekitar 30-32 hari untuk mencapai berat karkas 900–1000 gram (Jayanata, 2010). Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging. Jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di pasaran adalah Cobb, Kim cross, Lohman, Hyline, Vedette, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro, Pilch, Yabro, Goto, Arbor Arcres, Tatum, Indian River, Hybro, Cornish, Brahma, Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, dan Sussex.  Strain ayam dijual dengan berbagai merk dagang, seperti Super 77, Tegel 70, ISA, Lohman 202, A.A 70 (Arbor Arcres), H &N, Bromo, CP 707 (Cobb) (Junaidi, 2008).


·         Manajemen pemeliharaan
Manajemen brooding. 
Ayam komersial yang telah menetas tidak mempunyai induk ayam sehingga memerlukan induk pengganti. Sistem induk buatan yang dapat berfungsi seperti induk ayam aslinya dikenal dengan istilah brooding (Medion, 2006). Selama tiga hari pertama suhu harus terjaga 32-34ºC  dengan kelembaban 60-65%. Pasca 3 hari pertama, suhu secara berangsur-angsur menurun hingga mencapai 28-30ºC pada umur 7 hari. Cara terbaik untuk menyediakan panas yang dibutuhkan ayam dengan penggunaan brooder (pemanas) dan sistem ventilasi yang baik (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).
Brooder yang baik sebaiknya mampu menghasilkan panas yang cukup, stabil dan terfokus. Brooder berfungsi sebagai induk buatan yang memberikan kehangatan kepada anak ayam. Alat pemanas dapat berasal dari lampu minyak ataupun dari sumber panas yang lain, seperti listrik (Deptan, 2001). Chick guard atau sekat berfungsi melindungi anak ayam dari terpaan angin, hewan liar dan membantu agar panas tetap terfokus. Chick guard dapat terbuat dari seng dengan ketinggian 50-60 cm. Chick guard dibentuk lingkaran atau ellips untuk menghindari penumpukan ayam pada sudut kandang karena secara alamiah ayam senang berada di sudut kandang. Kandang brooder dengan diameter 4,5 m mampu menampung 750-1.000 ekor (Medion, 2006).

Manajemen perkandangan. 
Perkandangan harus dibuat dengan memperhatikan tata letak kandang, drainase dan sistem pertukaran udara, cukup mendapat sinar matahari, bersih dan kuat. Kepadatan untuk kandang yaitu umur 1–3 hari kepadatan 40–50 ekor per m2, umur 4–6 hari kepadatan 25–35 ekor per m2, umur 7–9 hari kepadatan 15–20 ekor per per m2, dan umur 10–11 hari penuh (Deptan, 2001). Tujuan menggunakan litter pada budidaya broiler yaitu untuk menyerap air, mengurangi kontak broiler dengan kotoran, serta sebagai pembatas kontak langsung dengan lantai yang suhunya terlalu dingin (pada broiler pre-starter umur 0-7 hari). Jenis litter yaitu harus menyerap air, ringan (low density), murah dan tidak beracun (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008). Bahan litter contohnya sekam padi, serbuk gergaji, serutan kayu, jerami dan lain-lain. Bahan litter yang digunakan sebaiknya tidak berjamur, dan tidak berdebu. Litter ditabur secara merata ke seluruh kandang dengan ketebalan 5-8 cm. Pembalikan litter setiap  3-4 hari sampai umur 14 hari dan setelah itu dilakukan penambahan litter baru untuk mengurangi timbulnya amonia (Medion, 2006). Pada minggu ketiga dan keempat pertumbuhan bulu sudah cukup baik sehingga tirai plastik penutup sisi kandang dapat dibuka. Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras pedaging yaitu persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35oC, kelembaban berkisar antara 60-70% (Junaidi, 2008).

Hasil gambar untuk ayam broiler

Manajemen pakan. 
Tempat makan dan minum dibuat dari bahan yang tidak mudah berkarat seperti bambu, paralon, plastik atau bahan lainnya, dan sesuai dengan umur ayam, baik ukuran maupun bentuknya. Penempatannya dibuat secara praktis, mudah terjangkau ternak, mudah dipindahkan, mudah diganti atau ditambah isinya, dan mudah dibersihkan (Deptan, 2001). Tempat ransum dan minum ayam harus disediakan sesuai dengan jumlah anak ayam. Selain itu, distribusi tempat ransum sebaiknya merata sehingga minimal 2/3 dari ayam dapat makan dalam waktu bersamaan. Ketika nipple drinker digunakan, maka lebih baik menambahkan baby drinkers khusus bagi DOC yang berasal dari bibit muda (Medion, 2006). Ransum ayam broiler di Indonesia dibagi atas dua bentuk sesuai dengan masa pemeliharaannya, yaitu ransum untuk ayam broiler masa awal (ransum starter) dan ransum untuk ayam broiler masa akhir (ransum finisher) karena kandungan gizinya berbeda (Rasyaf, 1995). Sebaiknya pakan selama satu minggu pertama berbentuk crumble untuk menstimulasi konsumsi pakan dan pencapaian bobot badan. Kandungan zat gizi pakan fase starter terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9%, EM 2.800-3.500 kkal. Kandungan zat gizi pakan fase finisher terdiri dari 18,1-21,2%, lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P) 0,7-0,9% dan EM 2.900-3.400 kkal (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).

Manajemen pencahayaan. 
Pencahayaan merupakan penstimulasi yang kuat untuk meningkatkan produktivitas ayam. Pencahayaan akan menstimulasi ayam untuk selalu mengkonsumsi ransum serta merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresikan hormon tiroksin yang berfungsi meningkatkan proses metabolisme sehingga dapat memacu pertumbuhan anak ayam. Kebutuhan pencahayaan pada fase starter adalah 10-20 lux atau 20-40 watt tiap 10 m2. Pencahayaan pertama kali diberikan selama 24 jam kemudian dikurangi secara bertahap (Medion, 2006). Kondisi terbaik bagi ayam yaitu pada saat intensitas cahaya selama 1 minggu pertama sebesar 50–60 lux (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).

D. Evaluasi Performans dan Analisis Usaha Ayam Broiler

·         Konversi Pakan
Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, tipe pakan yang digunakan, feed additive yang digunakan dalam pakan, manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James, 2004). Jumlah pakan yang digunakan mempengaruhi perhitungan konversi ransum atau Feed Converstion Ratio (FCR). FCR merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Angka konversi ransum yang kecil berarti jumlah ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Edjeng dan Kartasudjana, 2006). Semakin tinggi konversi ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah et al., 2007).  Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi konversi pakan adalah genetik, ventilasi, sanitasi, kulitas pakan, jenis pakan, penggunaan zat aditif, kualitas air, penyakit dan pengobatan serta manajemen pemeliharaan, selain itu meliputi faktor penerangan, pemberian pakan, dan faktor sosial.  
Konversi pakan ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara pada suhu nyaman pada umur lima minggu adalah 1,62. Penelitian Santoso (2002) menunjukan bahwa konversi pakan pada ayam broiler selama lima minggu pada kandang litter sebesar 1,6. Menurut Lesson (2000), semakin dewasa ayam maka nilai konversi pakan akan semakin besar.
Peternak menghendaki pertumbuhan yang relatif cepat dengan makanan yang lebih sedikit, maksudnya jumlah ransum yang digunakan ayam mampu menunjang pertumbuhan yang cepat. Hal ini mencerminkan efisiensi penggunaan pakan yang baik, bila memperhatikan sudut konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang terendah (Rasyaf, 1995). Standar konversi pakan bagi broiler Cobb adalah 1,657–1,665 (Cobb Vantress Inc., 2010).
Rasyaf (2003) menjelaskan bahwa, konversi pakan adalah jumlah ransum yang dikonsumsi seekor ayam dalam waktu tertentu untuk membentuk daging atau berat badan. Faktor yang mempengaruhi tingkat konversi pakan antara lain strain, kualitas pakan, keadaan kandang dan jenis kelamin. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa, konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetik, bentuk pakan, temperatur, lingkungan, konsumsi pakan, berat badan, dan jenis kelamin.

·         Konsumsi pakan.
Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa pakan starter diberikan pada ayam berumur 0-3 minggu, sedangkan ransum finisher diberikan pada waktu ayam berumur empat minggu sampai panen. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan dalam jangka waktu tertentu. Pakan yang dikonsumsi ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi lain. Konsumsi pakan tiap ekor ternak berbeda-beda. Konsumsi diperhitungkan sebagai jumah makanan yang dimakan oleh ternak (Tillman et al., 1991) dan bila diberikan ad libitum (Parakkasi, 1999). Zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan. Wahju (2004) menyatakan bahwa besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi dan energi dalam pakan dapat mempengaruhi konsumsi. National Research Council (1994) menyatakan bahwa bobot badan ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan dan kualitas pakan dapat mempengaruhi konsumsi.
Saat cuaca panas, ayam berusaha mendinginkan tubuhnya dengan cara bernafas secara cepat (panting). Tingkah laku ini dapat menyebabkan peredaran  darah banyak menuju ke organ pernafasan, sedangkan peredaran darah pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver, 2002).Penelitian Santoso (2002) menunjukan bahwa ayam broiler pada kandang litter yang diberikan pakan komersial menghabiskan pakan mulai minggu ke-tiga sampai minggu ke-lima sebesar 2525 g/ekor, sedangkan pada kandang cage menghabiskan pakan mulai minggu ke-tiga sampai minggu ke-lima sebesar 2459 g/ekor. Penelitian Kusnadi (2006) menunjukkan bahwa konsumsi pakan ayam broiler berumur 5 minggu pada suhu 24 0C sebesar 1918 g/ekor, sementara pada suhu 32 0C konsumsi pakan sebesar 1667 g/ekor. Konsumsi pakan ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara pada suhu nyaman pada umur lima minggu adalah 2967 g/ekor.
Tingkat energi menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Ayam cenderung meningkatkan konsumsinya jika kandungan energi ransum rendah dan sebaliknya konsumsi akan menurun jika kandungan energi ransum meningkat (Scott et al., 1982).
Pertumbuhan yang cepat didukung dengan konsumsi pakan yang banyak pula. Setiap bibit ayam sudah ditentukan konsumsi ransumnya pada batas tertentu sehingga kemampuan prima ayam akan muncul. Konsumsi itulah yang disebut konsumsi standar atau baku, sesuai dengan arah pembentukan bibit itu (Rasyaf, 1994). Konsumsi pakan ayam broiler minggu pertama sangat rendah, yaitu hanya 140-150 g per ekor (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).
Menurut Rasyaf (2003) konsumsi merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan ayam broiler dan konsumsi itu dipengaruhi oleh suhu, sistem pemberian pakan, frekuensi pakan, kesehatan ayam, kualitas pakan serta sifat genetik dari ayam broiler. Konsumsi sangat berpengaruh pada produksi yang dicapai karena bila nafsu makan rendah akan menyebabkan laju pertumbuhan dari ayam tersebut menjadi terhambat dan akhirnya produksi akan menjadi menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pada unggas adalah kandungan serat kasar dalam pakan, tingkat kualitas pakan, dan palatabilitas atau cita rasa pakan (Ichwan, 2003). Tingkat protein dan energi metabolisme yang berbeda berpengaruh terhadap konsumsi pakan, selisih kandungan energi metabolisme pada setiap pakan perlakuan tidak jauh berbeda, sehingga ayam pada tiap perlakuan cenderung mengkonsumsi pakan yang sama. (Wahju, 1988).

·         Pertambahan Bobot Badan. 
 
Pertambahan bobot yang cepat pada minggu pertama belum tentu ditunjang dengan sisi lain yang membaik pula, contohnya konsumsi ransum ayam menjadi lebih banyak sehingga akan berdampak terhadap konversi ransum dan biaya produksi. Dapat juga terjadi mortalitas yang lebih tinggi di masa awal atau penumpukan lemak tubuh yang lebih banyak di masa akhir (Rasyaf, 1995). Bobot badan minggu pertama sangat penting dan akan menjadi lebih penting lagi di masa yang akan datang karena broiler akan terus mengalami perubahan ke generasi baru. Ini berarti bahwa setiap tahun, 1 minggu pertama pemeliharaan broiler merupakan persentase terbesar dari total pemeliharaan broiler dalam satu periode (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008). Menurut Ichwan (2003) bahwa protein merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertambahan berat badan, mengingat fungsi protein sebagai unsur pembentuk jaringan tubuh, maka banyaknya konsumsi pakan yang masuk ke dalam tubuh ayam mengakibatkan pakan terserap oleh tubuh sehingga terjadi pembentukan tubuh. Abidin (2002) menyatakan bahwa, faktor yang mempengaruhi terhadap pertambahan berat badan adalah konsumsi pakan. 


Analisis usaha ayam broiler. 
Parameter kelayakan usaha meliputi BEP (Break Event Point atau titik impas) volume produksi, BEP harga produksi, B/C ratio,  ROI (Ratio of Investment), rasio keuntungan terhadap pendapatan, dan tingkat pengembalian modal. BEP menandakan bahwa produk yang dijual dengan harga tersebut belum menghasilkan keuntungan karena pengeluaran sama dengan penerimaan. Biaya dalam usaha ayam broiler dibagi atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah unggas pedaging yang dipelihara. Biaya variabel meliputi biaya ransum (Junaidi, 2008). Biaya ransum sebesar 45-84% dari total biaya produksi. Biaya pemeliharaan yaitu biaya yang dikeluarkan untuk memelihara anak unggas sampai unggas pedaging itu masuk masa akhir, termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja dan biaya kesehatan dan pencegahan penyakit yang besarnya 1-7% dari total biaya produksi. Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan tanpa memperhatikan ada tidaknya unggas pedaging yang dipelihara, antara lain biaya penyusutan, biaya tenaga kerja tetap dan bunga atas modal dan pajak. Modal meliputi barang-barang modal seperti bibit unggas, kandang, tempat minum, alat-alat manejemen kandang dan lain-lain (Rasyaf, 1995). 


Potensi kunyit dan temulawak sebagai feed additive untuk ayam boiler 
Temulawak dan kunyit adalah beberapa jenis tanaman yang bisa kita gunakan untuk menggantikan antibiotik sintetik. Temulawak dan kunyit memiliki kandungan senyawa aktif atau bioaktif yang memiliki fungsi seperti bahan- bahan kimia pada antibiotik sintetik. Senyawa aktif tersebut adalah kurkumin dan xanthorizol. Menurut Rukayadi dan Hwang (2006) efektifitas xanthorrhizol yang diisolasi dari temulawak khasiatnya sama dengan antijamur komersil jenis amphotericin B.
Beberapa kandungan kimia dari rimpang kunyit yang telah diketahui, yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen, alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut curcuminoid sebanyak 5% (meliputi curcumin 50-60%,monodesmetoksicurcumin dan bidesmetoksicurcumin), protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C (Animous, 2012).                                     
Rimpang temulawak mempunyai berbagai khasiat yaitu sebagai analgesik,  antibakteri, antijamur, antidiabetik, antidiare, antiinflamasi, antihepatotoksik,  antioksidan, antitumor, depresan, diuretik, hipolipidemik, dan insektisida (Purnomowati 2008). Sidik et al (1995) melaporkan, komposisi kimia rimpang temulawak tersusun atas pati sebanyak 48 - 59.64%,kurkuminoid 1.6 - 2.2%,  dan minyak atsiri 1.48 - 1.63% . Pati tersusun atas abu, protein, lemak, karbohidrat, serat kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan dan kadniu. Sedangkan untuk komponen minyak atsiri temulawak tersusun atas feladren, kamfer, tumerol, tolilmetilkarbinol, ar-kurkumen, zingiberen, kuzerenon, germakron, ß-tumereon dan xantorizol (Rahardjo & Rostiana, 2005).
                          
Pengaruh pemberian kunyit dan temulawak terhadap produktivitas ayam broiler
Pemberian temulawak dan kunyit pada ayam broiler dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya zat fitokimia yang terkandung didalam rimpang temulawak dan kunyit. Temulawak mengandung zat fitokimia yang biasa disebut desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin sedangkan untuk zat fitokimia kunyit biasa disebutdesmetoksikurkumin. Zat – zat fitokimia ini dapat mempengaruhi nafsu makan, meningkatkan sekresi empedu, memperbaiki fungsi hati serta tampilan limfosit darah.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan produktivitas ayam broiler adalah kondisi kesehatan yang optimal. Dengan kondisi kesehatan yang optimal proses metabolisme dan penyerapan zat makanan yang terjadi didalam tubuh ayam akan berlangsung dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Sufriyanto dan Mohandas (2005) membuktikan bahwa pemberian ekstrak temulawak sebesar 0,5 g per liter air minum dan pemberian ekstrak kunyit sebesar 0,25 g per liter air minum mampu menghasilkan produksi daging yang sama dengan ayam broiler yang diberi vitamin dan antibiotik sintetik. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak temulawak dan kunyit dapat menggantikan penggunaan vitamin dan antibiotik sintetik pada ayam broiler. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Praktikno (2010) yaitu ayam broiler yang diberi ekstrak kunyit sebesar 400 mg /kg BB/hari mampu meningkatkan bobot badan yang lebih besar jika dibandingkan dengan broiler tanpa perlakuan.
Kedua hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh Sinurat et al (2009) yang menyatakan bahwa pemberian tepung temulawak dan kunyit pada ransum ayam broiler tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan ayam broiler tersebut. Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan perlakuan serta bentuk temulawak dan kunytit yang diberikan pada ayam broiler. Pada hasil penelitian yang menyatakan pemberian temulawak dan kunyit memberikan pengaruh terhadap bobot badan ayam broiler, bentuk temulawak dan kunyitnya adalah bebentuk ekstrak yang dicampurkan pada air minum dan kapsul yang diberikan secara oral sedangkan pada penelitian yang menyatakan penggunaan temulawak dan kunyit tidak memberikan pengaruh adalah berbentuk tepung yang dicampurkan dengan pakan dalam ransum.  Perbedaan bentuk dan cara pemberian ini mungkin menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah temulawak dan kunyit yang diserap oleh alat – alat pencernaan ayam broiler sehingga memberikan hasil yang berbeda pula.



DAFTAR PUSTAKA

Amrullah. I. K. 2006. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.
Anggraini, Putri. 2011. Pemanfaatan Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Dan Kunyit (Curcuma domestica Val) Sebagai Feed Additive Herbal Untuk Ayam Broiler
Farrell, K.T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.

http://riduwanto.blogspot.com/2010/09/2.html konsumsi pakan, PBB, konversi pakan, ayam broiler.

Hidayati, E., Juli, N., Marwani, E. (2002). Isolasi Enterobacteriaceae Patogen dari Makanan Berbumbu dan Tidak Berbumbu Kunyit (Curcuma longa L.) Serta Uji Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Yang Diisolasi. Bandung :Departemen Biologi, FPMIPA ITB.
Masni, Arif Ismanto, dan Maria Belgis. 2010. Pengaruh Penambahan kunyit (Curcuma domestica Val) atau Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam Air Minum terhadap Persentase dan Kualitas Organoleptik Karkas Ayam Broiler. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 6, No. 1 Maret 2010: 7-14.
Murtidjo, B.A. 1991. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
Pratikno, Herry. 2010. Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica Vahl) terhadap Bobot Badan Ayam Broiler (Gallus Sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XVII, No. 2 Oktober 2010: 39 – 46.
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Bogor: Balai Penelitian Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11.
Rasyaf, M. 2003. Makanan Ayam Broiler. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Shankaracharya, N.B. dan C.P. Natarajan.  1977. Role of Spices in Health. J. Health Sci. III : 99, India.
Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1995. Temulawak (Curcuma Xanthorriza Robx). Jakarta : Phyto Medika.
Sinurat, A. P., T. Purwadaria, I.A.K. Bintang, P.P. Ketaren, M. Raharjo dan M. Rizal. 2009. Pemanfaatan Kunyit dan Temulawak sebagai Imbuhan Pakan untuk ayam Broiler. JITV Vol. 14 No. 2 Th 2009: 90-96.
Sufiriyatno dan Mohandas Indradji. 2005. Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcumae xanthoriza) dan Kunyit (Curcumae domestica) sebagai Immunostimulator Flu Burung pada Ayam Niaga Pedaging. Animal Production Vol. 9, No. 3 september 2005 : 178-183.
Sumiaty, 1997. Minuman Berkhasiat dari Temulawak (Curcuma xanthorriza). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. 
Yunilas, Edhy Mirwandhono, dan Olivia Sinaga. 2005. Pengaruh Pemberian Tepung Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb) dalam Ransum terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Umur 6 Minggu. Jurnal Agribisnis peternakan Vol. 1, No. 2, agustus 2005: 62-66.


1 comment:

  1. Pemberian temulawak dan kunyit pada ayam broiler dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya zat fitokimia yang terkandung didalam rimpang temulawak dan kunyit. Temulawak mengandung zat fitokimia yang biasa disebut desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin sedangkan untuk zat fitokimia kunyit biasa disebutdesmetoksikurkumin. Zat – zat fitokimia ini dapat mempengaruhi nafsu makan, meningkatkan sekresi empedu, memperbaiki fungsi hati serta tampilan limfosit darah Modal ternak ayam petelur

    ReplyDelete