I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ayam broiler adalah salah
satu jenis ternak yang memberikan kontribusi cukup besar dalam memenuhi
kebutuhan protein asal hewan masyarakat indonesia. Setiap tahunnya kebutuhan
masyarakat akan daging broiler terus meningkat. peningkatan ini terjadi karena
daging broiler ini harganya hampir terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Ayam broiler adalah salah
satu jenis ternak unggas yang memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat. Pada
umur 5 - 6 minggu ayam broiler sudah bisa dipanen. Namun laju pertumbuhan yang
cepat ini banyak mendatangkan permasalahan bagi para peternak selain
membutuhkan pakan yang banyak juga daging yang dihasilkan memiliki perlemakan
yang tinggi. Efisiensi pakan oleh ternak broiler sangat rendah karena harga
pakan yang sangat mahal, sehingga para peternak biasa memberikan pakan dengan
kadar lemak tinggi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan memberikan
feed additive atau imbuhan pakan dalam bentuk antibiotik sintetik agar
penyerapan zat makanan didalam tubuh broiler bisa berlangsung dengan
maksimal.
Pemberian pakan yang
mengadung kadar lemak tinggi mengakibatkan tingginya perlemakan pada daging
broiler, sehingga kadar kolestrol yang terdapat pada daging broiler akan sangat
tinggi. Tingginya kadar kolestrol ini menurunkan minat masyarakat untuk
mengkonsumsi daging broiler. Karena saat ini masyarakat sudah mulai menyadari
pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat dan rendah kolestrol.
Penggunaan antibiotik
sintetik juga menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia. Hal ini
disebabkan karena antibiotik sintetik yang terdiri atas bahan – bahan kimia
ini, akan teresidu didalam daging ayam yang dihasilkan. Residu bahan – bahan
kimi ini sangat buruk dampaknya bagi kesehatan tubuh manusia dan broiler itu
sendiri. Karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi bakteri terhadap
anibiotik, serta dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis penyakit.
Untuk mencegah terjadinya
dampak – dampak buruk dari penggunaan antibiotik sintetik dan pemberian pakan
tinggi lemak, salah satu langkah yang dapat kita lakukan adalah mengganti
antibiotik sintetik yang biasa digunakan dengan antibiotik herbal dari tumbuh –
tumbuhan yang mampu menggantikan fungsi dari antibiotik sintetik dan tidak
berbahaya bagi manusia.
Temulawak dan kunyit
adalah beberapa jenis tanaman yang bisa kita gunakan untuk menggantikan
antibiotik sintetik. Menurut Rukayadi dan Hwang (2006) efektifitas xanthorrhizol yang
diisolasi dari temulawak khasiatnya sama dengan antijamur komersil jenis
amphotericin B. Dengan fungsi diatas, praktikum kali ini mencoba mengetahui
cara pemeliharaan ayam broiler dan konversi, konsumsi pakan dan pertumbuhan
bobot badan akibat pengaruh temulawak pada pakan ayam broiler.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemeliharaan
ayam broiler
2. Untuk mengetahui tentang
konversi pakan ayam broiler
3. Untuk mengetahui tentang
konsumsi pakan ayam broiler
4. Untuk mengetahui tentang
pertambahan bobot badan ayam broiler
5. Untuk mengetahui tentang
pengaruh temulawak terhadap pertumbuhan ayam broiler
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Broiler
Ayam broiler adalah
ayam yang dikembangkan atau dibudidayakan khusus untuk mendapatkan dagingnya,
sehingga dada ayam broiler lebih gemuk dibandingkan bagian dorsalnya. Dengan
demikian, ayam jenis ini disebut ayam pedaging. Lama pemeliharaan ayam ini
sekitar 30-32 hari untuk mencapai berat karkas 900–1000 gram (Jayanata, 2010).
Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa
ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi
daging. Jenis strain ayam ras pedaging yang banyak beredar di pasaran adalah
Cobb, Kim cross, Lohman, Hyline, Vedette, Missouri, Hubbard, Shaver Starbro,
Pilch, Yabro, Goto, Arbor Arcres, Tatum, Indian River, Hybro, Cornish, Brahma,
Langshans, Hypeco-Broiler, Ross, Marshall”m”, Euribrid, dan Sussex.
Strain ayam dijual dengan berbagai merk dagang, seperti Super 77, Tegel 70,
ISA, Lohman 202, A.A 70 (Arbor Arcres), H &N, Bromo, CP 707 (Cobb)
(Junaidi, 2008).
·
Manajemen pemeliharaan
Manajemen brooding.
Ayam komersial yang telah
menetas tidak mempunyai induk ayam sehingga memerlukan induk pengganti. Sistem
induk buatan yang dapat berfungsi seperti induk ayam aslinya dikenal dengan
istilah brooding (Medion, 2006). Selama
tiga hari pertama suhu harus terjaga 32-34ºC dengan kelembaban 60-65%.
Pasca 3 hari pertama, suhu secara berangsur-angsur menurun hingga mencapai
28-30ºC pada umur 7 hari. Cara terbaik untuk menyediakan panas yang dibutuhkan
ayam dengan penggunaan brooder (pemanas) dan sistem ventilasi
yang baik (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).
Brooder yang
baik sebaiknya mampu menghasilkan panas yang cukup, stabil dan terfokus. Brooder berfungsi
sebagai induk buatan yang memberikan kehangatan kepada anak ayam. Alat pemanas
dapat berasal dari lampu minyak ataupun dari sumber panas yang lain, seperti
listrik (Deptan, 2001). Chick guard atau sekat berfungsi
melindungi anak ayam dari terpaan angin, hewan liar dan membantu agar panas
tetap terfokus. Chick guard dapat terbuat dari seng dengan
ketinggian 50-60 cm. Chick guard dibentuk lingkaran atau
ellips untuk menghindari penumpukan ayam pada sudut kandang karena secara
alamiah ayam senang berada di sudut kandang. Kandang brooder dengan
diameter 4,5 m mampu menampung 750-1.000 ekor (Medion, 2006).
Manajemen
perkandangan.
Perkandangan harus dibuat
dengan memperhatikan tata letak kandang, drainase dan sistem pertukaran udara,
cukup mendapat sinar matahari, bersih dan kuat. Kepadatan untuk kandang
yaitu umur 1–3 hari kepadatan 40–50 ekor per m2, umur 4–6 hari
kepadatan 25–35 ekor per m2, umur 7–9 hari kepadatan 15–20 ekor per
per m2, dan umur 10–11 hari penuh (Deptan, 2001). Tujuan
menggunakan litter pada budidaya broiler yaitu untuk menyerap
air, mengurangi kontak broiler dengan kotoran, serta sebagai pembatas kontak
langsung dengan lantai yang suhunya terlalu dingin (pada broiler pre-starter
umur 0-7 hari). Jenis litter yaitu
harus menyerap air, ringan (low density), murah dan tidak beracun (CJ
Feed Indonesia Corporation, 2008). Bahan litter contohnya
sekam padi, serbuk gergaji, serutan kayu, jerami dan lain-lain. Bahan litter yang
digunakan sebaiknya tidak berjamur, dan tidak berdebu. Litter ditabur
secara merata ke seluruh kandang dengan ketebalan 5-8 cm. Pembalikan litter setiap
3-4 hari sampai umur 14 hari dan setelah itu dilakukan penambahan litter baru
untuk mengurangi timbulnya amonia (Medion, 2006). Pada minggu
ketiga dan keempat pertumbuhan bulu sudah
cukup baik sehingga tirai plastik penutup sisi kandang dapat dibuka. Sistem
perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras pedaging yaitu persyaratan
temperatur berkisar antara 32,2-35oC, kelembaban berkisar antara
60-70% (Junaidi, 2008).
Manajemen pakan.
Tempat makan dan minum
dibuat dari bahan yang tidak mudah berkarat seperti bambu, paralon, plastik
atau bahan lainnya, dan sesuai dengan umur ayam, baik ukuran maupun bentuknya.
Penempatannya dibuat secara praktis, mudah terjangkau ternak, mudah
dipindahkan, mudah diganti atau ditambah isinya, dan mudah dibersihkan (Deptan,
2001). Tempat ransum dan minum ayam harus disediakan sesuai dengan jumlah
anak ayam. Selain itu, distribusi tempat ransum sebaiknya merata sehingga
minimal 2/3 dari ayam dapat makan dalam waktu bersamaan. Ketika nipple
drinker digunakan, maka lebih baik menambahkan baby drinkers khusus
bagi DOC yang berasal dari bibit muda (Medion, 2006). Ransum ayam broiler
di Indonesia dibagi atas dua bentuk sesuai dengan masa
pemeliharaannya, yaitu ransum untuk ayam broiler masa awal (ransum starter)
dan ransum untuk ayam broiler masa akhir (ransum finisher) karena
kandungan gizinya berbeda (Rasyaf, 1995). Sebaiknya pakan selama satu minggu
pertama berbentuk crumble untuk menstimulasi konsumsi pakan
dan pencapaian bobot badan. Kandungan zat gizi pakan fase starter terdiri
dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P)
0,7-0,9%, EM 2.800-3.500 kkal. Kandungan zat gizi pakan fase finisher terdiri
dari 18,1-21,2%, lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, phospor (P)
0,7-0,9% dan EM 2.900-3.400 kkal (CJ Feed Indonesia
Corporation, 2008).
Manajemen pencahayaan.
Pencahayaan merupakan
penstimulasi yang kuat untuk meningkatkan produktivitas ayam. Pencahayaan akan
menstimulasi ayam untuk selalu mengkonsumsi ransum serta merangsang kelenjar
tiroid untuk mensekresikan hormon tiroksin yang berfungsi meningkatkan proses
metabolisme sehingga dapat memacu pertumbuhan anak ayam. Kebutuhan pencahayaan
pada fase starter adalah 10-20 lux atau 20-40 watt tiap 10 m2.
Pencahayaan pertama kali diberikan selama 24 jam kemudian dikurangi secara
bertahap (Medion, 2006). Kondisi terbaik bagi ayam yaitu pada saat intensitas
cahaya selama 1 minggu pertama sebesar 50–60 lux (CJ Feed Indonesia
Corporation, 2008).
D. Evaluasi Performans
dan Analisis Usaha Ayam Broiler
·
Konversi Pakan
Nilai
konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik, tipe pakan
yang digunakan, feed additive yang digunakan dalam pakan, manajemen
pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James, 2004). Jumlah pakan yang digunakan
mempengaruhi perhitungan konversi ransum atau Feed Converstion Ratio (FCR).
FCR merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan
pertumbuhan berat badan. Angka konversi ransum yang kecil berarti jumlah ransum
yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Edjeng
dan Kartasudjana, 2006). Semakin tinggi konversi ransum berarti semakin boros
ransum yang digunakan (Fadilah et al., 2007). Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa faktor
utama yang mempengaruhi konversi pakan adalah genetik, ventilasi, sanitasi,
kulitas pakan, jenis pakan, penggunaan zat aditif, kualitas air, penyakit dan
pengobatan serta manajemen pemeliharaan, selain itu meliputi faktor penerangan,
pemberian pakan, dan faktor sosial.
Konversi
pakan ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara pada suhu nyaman pada umur
lima minggu adalah 1,62. Penelitian Santoso (2002) menunjukan bahwa konversi
pakan pada ayam broiler selama lima minggu pada kandang litter sebesar
1,6. Menurut Lesson (2000), semakin dewasa ayam maka nilai konversi pakan akan
semakin besar.
Peternak menghendaki pertumbuhan
yang relatif cepat dengan makanan yang lebih sedikit, maksudnya jumlah ransum
yang digunakan ayam mampu menunjang pertumbuhan yang cepat. Hal ini
mencerminkan efisiensi penggunaan pakan yang baik, bila memperhatikan sudut
konversi, sebaiknya dipilih angka konversi yang terendah (Rasyaf, 1995). Standar
konversi pakan bagi broiler Cobb adalah 1,657–1,665 (Cobb Vantress Inc., 2010).
Rasyaf (2003) menjelaskan bahwa, konversi pakan adalah
jumlah ransum yang dikonsumsi seekor ayam dalam waktu tertentu untuk membentuk
daging atau berat badan. Faktor yang mempengaruhi tingkat konversi pakan antara
lain strain, kualitas pakan, keadaan kandang dan jenis kelamin. Anggorodi
(1985) menyatakan bahwa, konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
genetik, bentuk pakan, temperatur, lingkungan, konsumsi pakan, berat badan, dan
jenis kelamin.
·
Konsumsi pakan.
Suprijatna
et al. (2005) menyatakan bahwa pakan starter diberikan pada ayam
berumur 0-3 minggu, sedangkan ransum finisher diberikan pada waktu ayam
berumur empat minggu sampai panen. Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang
dimakan dalam jangka waktu tertentu. Pakan yang dikonsumsi ternak digunakan
untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi lain. Konsumsi pakan tiap ekor
ternak berbeda-beda. Konsumsi diperhitungkan sebagai jumah makanan yang dimakan
oleh ternak (Tillman et al., 1991) dan bila diberikan ad libitum (Parakkasi,
1999). Zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan
hidup pokok dan untuk produksi hewan. Wahju (2004) menyatakan bahwa besar dan
bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap produksi dan energi dalam pakan dapat
mempengaruhi konsumsi. National Research Council (1994) menyatakan bahwa bobot
badan ayam, jenis kelamin, aktivitas, suhu lingkungan dan kualitas pakan dapat
mempengaruhi konsumsi.
Saat
cuaca panas, ayam berusaha mendinginkan tubuhnya dengan cara bernafas secara
cepat (panting). Tingkah laku ini dapat menyebabkan peredaran darah banyak menuju ke organ pernafasan, sedangkan
peredaran darah pada organ pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa
mengganggu pencernaan dan metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna
dengan baik dan nutrien dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses
(Bell dan Weaver, 2002).Penelitian Santoso (2002) menunjukan bahwa ayam broiler
pada kandang litter yang diberikan pakan komersial menghabiskan pakan
mulai minggu ke-tiga sampai minggu ke-lima sebesar 2525 g/ekor, sedangkan pada
kandang cage menghabiskan pakan mulai minggu ke-tiga sampai minggu
ke-lima sebesar 2459 g/ekor. Penelitian Kusnadi (2006) menunjukkan bahwa
konsumsi pakan ayam broiler berumur 5 minggu pada suhu 24 0C sebesar 1918
g/ekor, sementara pada suhu 32 0C konsumsi pakan sebesar 1667 g/ekor. Konsumsi
pakan ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara pada suhu nyaman pada umur
lima minggu adalah 2967 g/ekor.
Tingkat energi
menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Ayam cenderung meningkatkan
konsumsinya jika kandungan energi ransum rendah dan sebaliknya konsumsi akan
menurun jika kandungan energi ransum meningkat (Scott et al., 1982).
Pertumbuhan yang cepat didukung dengan konsumsi pakan
yang banyak pula. Setiap bibit ayam sudah ditentukan konsumsi ransumnya pada
batas tertentu sehingga kemampuan prima ayam akan muncul. Konsumsi itulah yang
disebut konsumsi standar atau baku, sesuai dengan arah pembentukan bibit
itu (Rasyaf, 1994). Konsumsi pakan ayam broiler minggu pertama sangat rendah,
yaitu hanya 140-150 g per ekor (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008).
Menurut Rasyaf (2003) konsumsi merupakan faktor yang sangat
berpengaruh pada pertumbuhan ayam broiler dan konsumsi itu dipengaruhi oleh
suhu, sistem pemberian pakan, frekuensi pakan, kesehatan ayam, kualitas pakan
serta sifat genetik dari ayam broiler. Konsumsi sangat berpengaruh pada
produksi yang dicapai karena bila nafsu makan rendah akan menyebabkan laju
pertumbuhan dari ayam tersebut menjadi terhambat dan akhirnya produksi akan
menjadi menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pada unggas adalah
kandungan serat kasar dalam pakan, tingkat kualitas pakan, dan palatabilitas
atau cita rasa pakan (Ichwan, 2003). Tingkat protein dan energi metabolisme
yang berbeda berpengaruh terhadap konsumsi pakan, selisih kandungan energi
metabolisme pada setiap pakan perlakuan tidak jauh berbeda, sehingga ayam pada
tiap perlakuan cenderung mengkonsumsi pakan yang sama. (Wahju, 1988).
·
Pertambahan Bobot
Badan.
Pertambahan bobot yang cepat pada minggu pertama belum
tentu ditunjang dengan sisi lain yang membaik pula, contohnya konsumsi ransum
ayam menjadi lebih banyak sehingga akan berdampak terhadap konversi ransum dan
biaya produksi. Dapat juga terjadi mortalitas yang lebih tinggi di masa awal
atau penumpukan lemak tubuh yang lebih banyak di masa akhir (Rasyaf,
1995). Bobot badan minggu pertama sangat penting dan akan menjadi lebih
penting lagi di masa yang akan datang karena broiler akan terus mengalami perubahan
ke generasi baru. Ini berarti bahwa setiap tahun, 1 minggu pertama pemeliharaan
broiler merupakan persentase terbesar dari total pemeliharaan broiler dalam
satu periode (CJ Feed Indonesia Corporation, 2008). Menurut Ichwan (2003) bahwa protein
merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertambahan berat badan,
mengingat fungsi protein sebagai unsur pembentuk jaringan tubuh, maka banyaknya
konsumsi pakan yang masuk ke dalam tubuh ayam mengakibatkan pakan terserap oleh
tubuh sehingga terjadi pembentukan tubuh. Abidin (2002) menyatakan bahwa,
faktor yang mempengaruhi terhadap pertambahan berat badan adalah konsumsi
pakan.
Analisis usaha ayam
broiler.
Parameter kelayakan usaha meliputi BEP
(Break Event Point atau titik impas) volume produksi, BEP harga
produksi, B/C ratio, ROI (Ratio of Investment), rasio keuntungan
terhadap pendapatan, dan tingkat pengembalian modal. BEP menandakan bahwa
produk yang dijual dengan harga tersebut belum menghasilkan keuntungan karena
pengeluaran sama dengan penerimaan. Biaya
dalam usaha ayam broiler dibagi atas biaya variabel dan biaya tetap. Biaya
variabel adalah biaya yang dikeluarkan sesuai dengan jumlah unggas pedaging
yang dipelihara. Biaya variabel meliputi biaya ransum (Junaidi, 2008). Biaya
ransum sebesar 45-84% dari total biaya produksi. Biaya pemeliharaan yaitu biaya
yang dikeluarkan untuk memelihara anak unggas sampai unggas pedaging itu masuk
masa akhir, termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja
dan biaya kesehatan dan pencegahan penyakit yang besarnya 1-7% dari total biaya
produksi. Biaya tetap adalah biaya yang harus dikeluarkan tanpa memperhatikan
ada tidaknya unggas pedaging yang dipelihara, antara lain biaya penyusutan,
biaya tenaga kerja tetap dan bunga atas modal dan pajak. Modal meliputi
barang-barang modal seperti bibit unggas, kandang, tempat minum, alat-alat
manejemen kandang dan lain-lain (Rasyaf, 1995).
Potensi kunyit dan temulawak sebagai feed
additive untuk ayam boiler
Temulawak dan kunyit
adalah beberapa jenis tanaman yang bisa kita gunakan untuk menggantikan
antibiotik sintetik. Temulawak dan kunyit memiliki kandungan senyawa aktif atau
bioaktif yang memiliki fungsi seperti bahan- bahan kimia pada antibiotik
sintetik. Senyawa aktif tersebut adalah kurkumin dan xanthorizol.
Menurut Rukayadi dan Hwang (2006) efektifitas xanthorrhizol yang
diisolasi dari temulawak khasiatnya sama dengan antijamur komersil jenis
amphotericin B.
Beberapa kandungan kimia
dari rimpang kunyit yang telah diketahui, yaitu minyak atsiri sebanyak 6% yang
terdiri dari golongan senyawa monoterpen dan sesquiterpen (meliputi zingiberen,
alfa dan beta-turmerone), zat warna kuning yang disebut
curcuminoid sebanyak 5% (meliputi curcumin 50-60%,monodesmetoksicurcumin dan bidesmetoksicurcumin),
protein, fosfor, kalium, besi dan vitamin C (Animous,
2012).
Rimpang temulawak
mempunyai berbagai khasiat yaitu sebagai analgesik, antibakteri,
antijamur, antidiabetik, antidiare, antiinflamasi,
antihepatotoksik, antioksidan, antitumor, depresan, diuretik,
hipolipidemik, dan insektisida (Purnomowati 2008). Sidik et al (1995)
melaporkan, komposisi kimia rimpang temulawak tersusun atas pati sebanyak 48 -
59.64%,kurkuminoid 1.6 - 2.2%, dan minyak atsiri 1.48
- 1.63% . Pati tersusun atas abu, protein, lemak, karbohidrat, serat
kasar, kurkuminoid, kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, mangan dan
kadniu. Sedangkan untuk komponen minyak atsiri temulawak tersusun atas feladren,
kamfer, tumerol, tolilmetilkarbinol, ar-kurkumen, zingiberen, kuzerenon,
germakron, ß-tumereon dan xantorizol (Rahardjo &
Rostiana, 2005).
Pengaruh pemberian kunyit dan temulawak
terhadap produktivitas ayam broiler
Pemberian temulawak dan
kunyit pada ayam broiler dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan
karena adanya zat fitokimia yang terkandung didalam rimpang temulawak dan
kunyit. Temulawak mengandung zat fitokimia yang biasa disebut desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin sedangkan
untuk zat fitokimia kunyit biasa disebutdesmetoksikurkumin. Zat – zat
fitokimia ini dapat mempengaruhi nafsu makan, meningkatkan sekresi empedu,
memperbaiki fungsi hati serta tampilan limfosit darah.
Salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan produktivitas ayam broiler adalah
kondisi kesehatan yang optimal. Dengan kondisi kesehatan yang optimal proses
metabolisme dan penyerapan zat makanan yang terjadi didalam tubuh ayam akan
berlangsung dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Sufriyanto dan Mohandas
(2005) membuktikan bahwa pemberian ekstrak temulawak sebesar 0,5 g per liter
air minum dan pemberian ekstrak kunyit sebesar 0,25 g per liter air minum mampu
menghasilkan produksi daging yang sama dengan ayam broiler yang diberi vitamin
dan antibiotik sintetik. Hal ini memperlihatkan bahwa pemberian ekstrak
temulawak dan kunyit dapat menggantikan penggunaan vitamin dan antibiotik
sintetik pada ayam broiler. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Praktikno (2010) yaitu ayam broiler yang diberi
ekstrak kunyit sebesar 400 mg /kg BB/hari mampu meningkatkan bobot badan yang
lebih besar jika dibandingkan dengan broiler tanpa perlakuan.
Kedua hasil penelitian
ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh Sinurat et al
(2009) yang menyatakan bahwa pemberian tepung temulawak dan kunyit pada ransum
ayam broiler tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan ayam
broiler tersebut. Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan besar disebabkan
oleh perbedaan perlakuan serta bentuk temulawak dan kunytit yang diberikan pada
ayam broiler. Pada hasil penelitian yang menyatakan pemberian temulawak dan
kunyit memberikan pengaruh terhadap bobot badan ayam broiler, bentuk temulawak
dan kunyitnya adalah bebentuk ekstrak yang dicampurkan pada air minum dan
kapsul yang diberikan secara oral sedangkan pada penelitian yang menyatakan
penggunaan temulawak dan kunyit tidak memberikan pengaruh adalah berbentuk
tepung yang dicampurkan dengan pakan dalam ransum. Perbedaan bentuk
dan cara pemberian ini mungkin menyebabkan terjadinya perbedaan jumlah
temulawak dan kunyit yang diserap oleh alat – alat pencernaan ayam broiler
sehingga memberikan hasil yang berbeda pula.
DAFTAR PUSTAKA
Amrullah.
I. K. 2006. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor.
Anggraini, Putri. 2011. Pemanfaatan Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb) Dan Kunyit (Curcuma domestica Val) Sebagai Feed
Additive Herbal Untuk Ayam Broiler
Farrell, K.T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings.
The AVI Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.
http://riduwanto.blogspot.com/2010/09/2.html konsumsi pakan, PBB, konversi pakan, ayam broiler.
Hidayati, E., Juli, N., Marwani, E. (2002). Isolasi
Enterobacteriaceae Patogen dari Makanan Berbumbu dan Tidak Berbumbu Kunyit (Curcuma
longa L.) Serta Uji Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma longa L.)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Yang Diisolasi. Bandung :Departemen Biologi,
FPMIPA ITB.
Masni, Arif Ismanto, dan Maria Belgis.
2010. Pengaruh Penambahan kunyit (Curcuma domestica Val) atau
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam Air Minum terhadap
Persentase dan Kualitas Organoleptik Karkas Ayam Broiler. Jurnal Teknologi
Pertanian Vol. 6, No. 1 Maret 2010: 7-14.
Murtidjo,
B.A. 1991. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
Pratikno, Herry. 2010. Pengaruh Ekstrak
Kunyit (Curcuma domestica Vahl) terhadap Bobot Badan Ayam Broiler (Gallus
Sp). Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XVII, No. 2 Oktober 2010: 39 – 46.
Rahardjo M, Rostiana O. 2005. Budidaya
Tanaman Temulawak. Bogor: Balai Penelitian Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11.
Rasyaf, M.
2003. Makanan Ayam Broiler. Yayasan Kanisius, Yogyakarta.
Suprijatna,
E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Shankaracharya, N.B. dan C.P. Natarajan. 1977.
Role of Spices in Health. J. Health Sci. III : 99, India.
Sidik, Mulyono MW, Mutadi A. 1995.
Temulawak (Curcuma Xanthorriza Robx). Jakarta : Phyto Medika.
Sinurat, A. P., T. Purwadaria, I.A.K.
Bintang, P.P. Ketaren, M. Raharjo dan M. Rizal. 2009. Pemanfaatan Kunyit dan
Temulawak sebagai Imbuhan Pakan untuk ayam Broiler. JITV Vol. 14 No. 2 Th 2009:
90-96.
Sufiriyatno dan Mohandas Indradji. 2005.
Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcumae xanthoriza) dan Kunyit
(Curcumae domestica) sebagai Immunostimulator Flu Burung pada Ayam Niaga
Pedaging. Animal Production Vol. 9, No. 3 september 2005 : 178-183.
Sumiaty, 1997. Minuman Berkhasiat dari
Temulawak (Curcuma xanthorriza). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Bogor.
Yunilas, Edhy Mirwandhono, dan Olivia
Sinaga. 2005. Pengaruh Pemberian Tepung Temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb)
dalam Ransum terhadap Kualitas Karkas Ayam Broiler Umur 6 Minggu. Jurnal
Agribisnis peternakan Vol. 1, No. 2, agustus 2005: 62-66.
Pemberian temulawak dan kunyit pada ayam broiler dapat meningkatkan kekebalan tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya zat fitokimia yang terkandung didalam rimpang temulawak dan kunyit. Temulawak mengandung zat fitokimia yang biasa disebut desmetoksikurkumin dan bisdesmetoksikurkumin sedangkan untuk zat fitokimia kunyit biasa disebutdesmetoksikurkumin. Zat – zat fitokimia ini dapat mempengaruhi nafsu makan, meningkatkan sekresi empedu, memperbaiki fungsi hati serta tampilan limfosit darah Modal ternak ayam petelur
ReplyDelete