I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Berbagai produk olahan
daging antara lain bakso, nugget, dendeng, sosis, abon dan lain-lain. Produk
olahan susu antara lain ice cream, yogurt, keju, susu skim dan lain-lain. Untuk
produk olahan telur antara lain telur asin, telur pindang, egg nog, tepung
telur dan lain-lain. Bahan pangan
hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan nabati. Bahan
pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh lebih pendek daripada bahan pangan
nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini
terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak
memiliki jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman.
Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh
faktor tekanan dari luar. Karakteristik masing-masing bahan pangan hewani
sangat spesifik sehingga tidak bisa digeneralisasi. Sifat pada daging sangatlah
berbeda dengan sifat telur. Nugget adalah suatu bentuk produk olahan
daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat
persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded). Nugget
dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying). Nugget dibuat
dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur
bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong
dan dilumuri perekat tepung
(batter) dan diselimuti tepung roti (breading). Nugget digoreng setengah matang dan dibekukan
untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan. Nugget merupakan salah satu bentuk
produk makanan beku siap
saji, yaitu produk yang
telah mengalami pemanasan
sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji
ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C.
Tekstur nugget tergantung
dari bahan asalnya.
Nugget merupakan suatu
bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam
bentuk potongan empat persegi. Potongan ini kemudian dilapisi tepung berbumbu
(battered dan breaded). Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam
(deep frying). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan
lain-lain, tetapi yang populer di masyarakat adalah nugget ayam. Bahan baku
daging untuk nugget, dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging
ini bernilai ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak
atau tidak segar) jika dijual dalam bentuk utuh. Dengan dibuat ke dalam bentuk
nugget maka nilai ekonomisnya menjadi jauh lebih tinggi.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui cara mengolah hasil ternak yaitu
pembuatan nugget dari daging ayam agar hasil olahan ternak bernilai ekonomis
dan gizi yang tinggi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Daging Ayam
Nuggets dibuat dari
daging ayam (65 %) dengan penambahan pati (20 %) dan bumbu-bumbu seperti garam,
bawang putih, merica dan air (15 %). Menurut Hui (1991), penambahan pati atau
(tapioka) berfungsi sebagai binding (pengikat) dan shaping (pembentuk) serta
berperan mengurangi biaya produksi. Tapioka adalah pati dari singkong,
kandungan amilopektinnya tinggi, tidak mudah menggumpal, daya letaknya tinggi,
tidak mudah pecah atau rusak, suhu gelatinisasi yang relative rendah. suhu geletanisasi
tapioka berkisar 52-64º C. Gelatinisasi merupakan proses pengembangan granula
pati yang terjadi akibat dari pemanasan yang terjadi pada proses pembuatan
nuggets dimana pemanasan dilakukan pada suhu sekitar 95º C selama 50
menit(Nurzainah,2006). Pembuatan chicken nugget pada umumnya hanya menggunakan daging
dari bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai konsumen karena
kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan warnanya yang terang.
Namun hal ini akan mengakibatkan tingginya biaya produksi yang pada akhirnya
akan menyebabkan tingginya harga jual produk chicken
nugget. Oleh karena itu perlu diupayakan alternatif pembuatan chicken nugget dengan tanpa mengurangi nilai gizi
maupun daya terima konsumen dengan cara pembuatan chicken nugget dari berbagai bagian karkas broiler,
sehingga bisa menekan biaya produksi yang pada akhirnya akan lebih bisa
diterima konsumen karena harganya yang terjangkau (Sutaryo,2006).
B. Chicken Nugget
Nugget ayam sangat kaya
akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino esensial yang kadarnya sangat
rendah pada bahan pangan pokok, seperti beras, jagung, ubi, sagu, dan
lain-lain. Mengkonsumsi nasi dengan menggunakan nugget ayam sebagai lauknya,
merupakan hal yang sangat tepat ditinjau dari segi gizi. Nugget ayam sesekali
juga baik untuk dijadikan sumber protein untuk mendukung proses tumbuh kembang
anak-anak balita.Nugget ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin
B3), vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan
masing-masing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68, 34, 16, dan 16 persen.
Selain itu nugget ayam juga sumber mineral selenium, fosfor, dan
zinc (Amertaningtyas,
2003)
Rasa nugget
sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis bumbu yang
digunakan. Pada dasarnya nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk
emulsi, yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan
bakso. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan
pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan
diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti (breading).
Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya
selama penyimpanan (Anonimous, 2009)
Umumnya nugget dimasak
dalam dua tahap, yaitu penggorengan dan pengovenan. Penggorengan dilakukan
dengan merendam produk pada minyak goreng panas selama beberapa saat. Hasilnya
berupa nugget yang belum mengalami pematangan penuh. Oleh
karena itu, nugget harus
dilewatkan ke dalam oven melalui konveyor berjalan. Pada tahap
ini, nugget diberi uap jenuh panas sehingga mengalami
pematangan penuh. Selain untuk mematangkan produk, proses ini juga berguna
untuk membantu memperbaiki tekstur pada produk akhir (Sugitha, 1995). Perubahan pH pada nugget yang disimpan beku terjadi karena
menggunakan daging yang merupakan protein sarkoplasma yang mempunyai pH
isoelektrik yang tinggi, mengandung enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme
energi seperti glikolisis. Kisaran nilai pH pada nugget selama pembekuan
memenuhi kisaran yang dianjurkan oleh Kisaran pH optimum untuk pembentukan gel
yaitu 6,5 -7,5. Pembekuan dapat mengurangi atau memperlambat kegiatan enzim
dalam metabolisme. (Rahmawati, 2004).
C. Bahan Tambahan
Susu bubuk skim dan
Tepung adalah Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan
dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan
pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan
pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan
meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat
memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut
asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan
pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Anonymous, 2012).
Merica atau lada (Paperningrum) termasuk divisi Spermathophyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).
Merica atau lada (Paperningrum) termasuk divisi Spermathophyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).
Bumbu-bumbu adalah
bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi,
nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan
rupa produk (Winarno et al. 1980).
Pembuatan nugget
memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica (Aswar,
1995). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan
sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh
terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out)
dan rasa produk menjadi asin. Garam biasanya terdapat secara alamiah dalam
makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan
yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai
(Winarno dan Fardiaz, 1973). Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya
berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 1995).
Bawang putih (Allium
sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa
produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan
makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan
makanan. Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun dan Budiarti,1992).
D. Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu
penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan,
pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti,
penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan
pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
1. Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah
15ºC, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994).
Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh
panas. Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat
menimbulkan panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu
penggilingan daging keong sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan
untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi
sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan
protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril
(Afrisanti, 2010).
2. Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan
granula– granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan
peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat
kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi,
diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan
memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air
dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga
granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk
suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997).
3. Batter dan Breading
Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter)
adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang
digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading)
merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku
dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan
untuk melapisi produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi
produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat
membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu
produk yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter
yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna
putih, bersih dan tidak mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar,
berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan
rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).
4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum
dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang
digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul
disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard
terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan
keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau
penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Penggorengan
awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter
dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan
perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan
pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan
memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng,
memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa
produk (Fellow, 2000).
Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan
minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika
terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi,
pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal
adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada
produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan
dan ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut Jamaludin et al (2008) selama
proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan massa.
E.
Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih
tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan
pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan
pengemulsi (Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi
penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam
bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan.
Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari
hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan
tepung ikan (Afrisanti, 2010).
F. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan
dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi
sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari
bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno
(1997) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan airpanas. Fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut
disebutamilopektin.Fraksiamilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena
sifathidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian
membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air
yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah
tepung (Afrisanti, 2010).
G. Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu
adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita
rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk
(Erawaty, 2001). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula,
bawang putih dan merica (Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan
yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet.
Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya
penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi
garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang
digunakan (Aswar, 2005). Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan
aroma produk yang dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan
tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al,
1987). Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma
serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami
yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta
untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik dan fungisidal).
Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang
mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992). Merica atau lada (Paperningrum)
sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai
penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari
karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas
merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang
merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).
H. Organoleptik
Pengujian organoleptik
merupakan bidang ilmu yang mempelajari cara-cara pengujian karakteristik bahan
pangan dengan menggunakan indera manusia di antaranya termasuk indera
penglihatan, pembau, perasa, peraba dan pendengar (Djalal, Rosyidi. 2008).
Sifat sensoris ini
tidak dapat dikenal dengan mudah, dapat dirasakan tapi sulit untuk dilukiskan.
Kesulitannya terletak dalam memilih pernyataan yang tepat secara utuh yang
dapat memperjelas sifat tersebut. Uji organoleptik yang dilakukan pada
percobaan ini memakai difference test dengan metode scoring. Pada
metode ini sample-sampel yang akan diuji telah diberi kode terlebih dahulu.
Panelis independent akan menguji warna, rasa, aroma, mouth feel dan finger feel
dari “chicken nugget” bahan uji, dan mencatat hasilnya berdasarkan tingkat
skala yang diberikan (Marsudi,2008)
Pengujian organoleptik
merupakan bidang ilmu yang mempelajari cara-cara pengujian karakteristik bahan
pangan dengan menggunakan indera manusia di antaranya termasuk indera
penglihatan, pembau, perasa, peraba dan pendengar. Pengujian Organoleptik pada
umumnya mengamati tentang warna, bau atau aroma, rasa dan tekstur dari sampel
yang diuji. Pada pengujian Organoleptik Nugget warna yang dihasilkan adalah
kecoklat - coklatan, Menurut (Marsudi,2008),yang menyatakan bahwa warna
kecoklat-coklatan yang timbul akibat penggorengan tersebut disebabkan oleh
adanya reaksi Maillard,
yaitu reaksi antara asam amino pada protein dengan karbohidrat. Sedangkan utuk
rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyatakan bahwa rasa
suatu bahan makanan sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu,
konsentrasi satu komponen dan interaksi dari faktor-faktor lainnya. Reaksi
antara protein dan karbohidrat yang menghasilkan warna kecoklat-coklatan juga
akan berpengaruh pada rasa “chicken nugget” yang dihasilkan.
III. PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat
Waktu :
Selasa, 4 juni 2013 pukul 13.00 WIB s/d selesai.
Tempat
: Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Inderalaya.
B. Alat dan Bahan
·
Alat
yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Baskom 6. Panci / kukusan
2. Loyang, 7. Wajan
3. Kompor 8. Spatula
4. Pisau 9.
Piring
5. Garpu
·
Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. ½ Kg daging ayam
2. 2 butir telur ayam
3. Tepung roti sebagai pelapis
4. Tepung sagu
5. Susu cair 100 ml
6. Garam secukupnya
7. Merica bubuk secukupnya
8. Kaldu ayam bubuk secukupnya
9. Gula secukupnya
10. Air
untuk merebus ayam
11. Minyak
sayur untuk menggoreng
C . Cara Kerja:
1. Bersihkan daging ayam dengan bersih dan rebus
sampai matang.
2. Setelah
daging ayam matang, suir – suir daging ayam didalam baskom sambil di dinginkan.
3.
Masukkan tepung sagu, 1 butir telur, garam, gula, merica, bubuk kaldu ayam dan susu cair
kedalam baskom yang berisi daging ayam dan aduk hingga rata.
4. Setelah
rata, siapkan loyang dan ratakan dengan sedikit minyak. Kemudian masukkan adonan nugget kedalam loyang lalu
kukus sampai matang kurang lebih 30 menit.
5. Angkat
dan dinginkan adonan nugget yang telah dikukus. Lalu potong – potong sesuai
selera.
6. Siapkan
piring dan kocok telur. Lumuri potongan nugget dengan telur dan lumuri dengan
tepung roti hingga merata.
7. Goreng
nugget dengan api sedang hingga berwarna kuning keemasan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nugget adalah suatu
bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam
bentuk potongan empat persegi dan sebagainya. Potongan ini kemudian dilapisi
tepung berbumbu (battered dan breaded). Produk nugget dapat dibuat dari daging
sapi, ayam, ikan dan lain-lain, tetapi yang populer di masyarakat adalah nugget
ayam. Bahan baku daging
untuk nugget, dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini
bernilai ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau
tidak segar) jika dijual dalam bentuk utuh.
Nugget memiliki cita
rasa yang enak sehingga menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tetepi
kandungan nutrisi tetep tinggi. Seperti yang dikatakan Amertaningtyas, 2003
bahwa nugget mengandung asam amino yang tinggi, merupakan bahan pangan niasin
(vitamin B3), Vitamin B6, asam
pantotenat dan ribovlavin (B2) serta mengandung banyak mineral seperti
selenium, fosfor dan Zinc.
Proses pembuatan
chicken nugget terdiri atas penggilingan daging ayam, pencampuran
dengan bumbu dan bahan lainnya, pencetakan adonan, pengukusan, pengirisan,
pelumuran tepung roti dan penggorengan.
Penggilingan daging
dilakukan dalam keadaan daging ayam dingin (tidak telalu panas). Penggilingan
daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC
Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin
oleh panas. Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan gesekan yang dapat
menimbulkan panas. Air
berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk
melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan
protein myofibril (Afrisanti, 2010).
Pada pengolahan nugget
ditambahkan tepung sagu sebagai bahan pengikat agar daging tercampur dengan
telur dan bahan – bahan yang lain. Sama seperti Arfisanti . 2010 bahan pengikat
memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat mengemulsi lemak,
emngurangi penyusutan pada waktu pemgolahan dan meningkatkan daya ikat air.
Didalam nugget juga ditambahkan bumbu – bumbu sepeti gula, garam dan merica
segai bahn penyedap rasa untuk nugget yang dihasilkan. Garam biasanya
ditambahkan dengan kadar 2 - 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar. 2005).
Garam dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma nugget yang dibuat. Gula dapat
mempengaruhi aroma dan teksur daging dan menetralisir rasa garam yang
berlebihan (Buckle, et al, 1987) sehingga nugget yang dihasilkan mempunyai rasa
yang berimbang. Merica digunakan untuk menambahkan rasa yang sedikit pedas dan
beraroma pada nugget yang kami buat. Tujuan penambahan merica sebagai penyedap
masakan dan memperpanjang daya awet makanan (Rismunandar, 2003).
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan
granula– granula pati
yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan
granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula. Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula
pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan
ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul
tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi
keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan
akan pecah membentuk suatu matriks
dengan amilosa yang disebut gel (Winarno,
1997).
Dari hasil pengamatan,
chicken nugget yang dihasilkan berwarna kuning keemasan dengan tekstur yang
lembut, padat dan enak. Adapun aroma dari nugget tersebut normal,
tekstur normal, dan rasa normal. Rasa chicken nugget sangat khas
dengan rasa daging ayam. Begitu pula dengan aroma yang dihasilkan
yaitu aroma khas daging ayam sebagai bahan baku utama pembuatan nugget. Tekstur
nugget tergantung dari bahan asalnya. Nugget dikonsumsi setelah proses
penggorengan rendam (deep fat frying).
Tekstur merupakan
parameter yang sangat penting dalam menjaga mutu daging dan produk
turunannya. Keempukan daging adalah karakter yang krusial bagi daya
terima konsumen.Menurut (Hendronoto, 2009), kesan kekenyalan pada nugget secara
keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan beberapa aspek diantaranya mudah
atau tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam nugget, mudah atau tidaknya
dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, dan jumlah residu yang
tertinggal setelah dikunyah.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pembuatan nugget dilakukan untuk menamabah nilai
nutrisi dan ekonomis pada ayam sebagai hasil ternak. Karena didlamnya terdapat
gizi selain daging ayam.
2. Didalam nugget ditambahkan telur, susu dan tepung sagu sebagai pengikat antara bahan
– bahan nugget yang tercampur dan sebagai penambah nilai protein dan pati dalam
nugget dan tepung roti untuk menghindari dehidrasi dari nugget selama
pemasakan.
3. Penambahan garam, gula dan bumbu – bumbu lain
seperti merica dan kaldu bubuk di tambahkan sebagai cita rasa, penambah awet
makanan dan flavour pada nugget.
B. Saran
Agar
praktikum pembuatan nugget ayam ini selanjutnya bisa ditambahkan dengan
campuran bahan lain seperti sayur atau jamur untuk menambah nilai gizi pada
kualitas nugget ayam.
DAFTAR
PUSTAKA
Anjarsari,
B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Astawan, M.
2011. Efek atau Dampak Positif dan Negatif Mengkonsumsi Jeroan. www.
adipedia.com/2011/02/efek-dampak-positif-dannegatif.html. Diakses tanggal 28
Februari 2013.
Amertaningtyas, 2003. Peran Bawang Putih (Allium sativum)
dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran
Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya
Badan
Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683-2002. Jakarta : Badan
Standardisasi Nasional.
Bintoro, P.
2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Universitas Diponegoro,
SemarangMarsudi,Artikel
Pembuatan Chicken Nugget. http://www.stpp-bogor.ac.id/html/index.php?id=artikel&kode=36 diakses
pada tanggal 10 juni 2013
Depkes,
2005. Piranti Lunak Nutriclin Versi 2.0 Edisi Kedua Subdit Gizi Klinis.
Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Hidajati, Nove. 2005. Peran Bawang Putih (Allium sativum)
dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran
Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya
Lawrie, R.
A. 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta. (Diterjemahkan oleh
: Aminuddin Parakkasi).
Legowo, A.,
Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. Analisis Pangan. Universitas Diponegoro,
Semarang.
Soeparno,
1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno,
1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno,
2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugitha, 1995 Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam
Broiler Post Mortem Selama Penyimpanan Temperatur Ruang. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang
Sutaryo dkk. 2006. Kadar Kolesterol, Keempukan
dan Tingkat Kesukaan Chicken Nugget Dari Berbagai Bagian Karkas Broiler.Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Baru UNDIP Tembalang
Winarno, F.
G. 1991. Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F.
G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta.
http://mahfudkonsel.blogspot.com/2012/11/lapaoran-nugget.html
(Diakses Tanggal 10 Juni 2013)
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/129/jtptunimus-gdl-trilistian-6432-3-babii.pdf
(Diakses Tanggal 11 Juni 2013)