Wednesday 3 December 2014

Laporan Praktikum Teknologi Hasil Ternak (Chicken Nugget)



I.  PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Berbagai produk olahan daging antara lain bakso, nugget, dendeng, sosis, abon dan lain-lain. Produk olahan susu antara lain ice cream, yogurt, keju, susu skim dan lain-lain. Untuk produk olahan telur antara lain telur asin, telur pindang, egg nog, tepung telur dan lain-lain. Bahan pangan hewani memiliki karakteristik yang membedakan dengan bahan pangan nabati. Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang jauh  lebih pendek daripada bahan pangan nabati bila dalam keadaan segar (kecuali telur). Pendeknya daya simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani dimana bahan pangan hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat dan kokoh sebagaimana pada hasil tanaman. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. Karakteristik masing-masing bahan pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak bisa digeneralisasi. Sifat pada daging sangatlah berbeda dengan sifat telur.  Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan dilapisi dengan tepung berbumbu (battered dan braded). Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying). Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu,  dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong dan  dilumuri perekat tepung (batter) dan  diselimuti  tepung roti (breading). Nugget  digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan.  Nugget merupakan salah satu bentuk produk  makanan beku siap saji, yaitu produk  yang telah  mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked), kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu penggorengan selama 1 menit pada suhu 150º C. Tekstur nugget  tergantung dari bahan asalnya.
Nugget merupakan suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi. Potongan ini kemudian dilapisi tepung berbumbu (battered dan breaded). Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep frying). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan lain-lain, tetapi yang populer di masyarakat adalah nugget ayam. Bahan baku daging untuk nugget, dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak segar) jika dijual dalam bentuk utuh. Dengan dibuat ke dalam bentuk nugget maka nilai ekonomisnya menjadi jauh lebih tinggi.



B.        Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara mengolah hasil ternak yaitu pembuatan nugget dari daging ayam agar hasil olahan ternak bernilai ekonomis dan gizi yang tinggi.
















II.  TINJAUAN PUSTAKA


A.    Daging Ayam

Nuggets dibuat dari daging ayam (65 %) dengan penambahan pati (20 %) dan bumbu-bumbu seperti garam, bawang putih, merica dan air (15 %). Menurut Hui (1991), penambahan pati atau (tapioka) berfungsi sebagai binding (pengikat) dan shaping (pembentuk) serta berperan mengurangi biaya produksi. Tapioka adalah pati dari singkong, kandungan amilopektinnya tinggi, tidak mudah menggumpal, daya letaknya tinggi, tidak mudah pecah atau rusak, suhu gelatinisasi yang relative rendah. suhu geletanisasi tapioka berkisar 52-64º C. Gelatinisasi merupakan proses pengembangan granula pati yang terjadi akibat dari pemanasan yang terjadi pada proses pembuatan nuggets dimana pemanasan dilakukan pada suhu sekitar 95º C selama 50 menit(Nurzainah,2006). Pembuatan chicken nugget pada umumnya hanya menggunakan daging dari bagian dada. Daging dari bagian ini banyak disukai konsumen karena kandungan lemaknya rendah, serabut dagingnya seragam dan warnanya yang terang. Namun hal ini akan mengakibatkan tingginya biaya produksi yang pada akhirnya akan menyebabkan tingginya harga jual produk chicken nugget. Oleh karena itu perlu diupayakan alternatif pembuatan chicken nugget dengan tanpa mengurangi nilai gizi maupun daya terima konsumen dengan cara pembuatan chicken nugget dari berbagai bagian karkas broiler, sehingga bisa menekan biaya produksi yang pada akhirnya akan lebih bisa diterima konsumen karena harganya yang terjangkau (Sutaryo,2006).

B.     Chicken Nugget
Nugget ayam sangat kaya akan asam amino lisin, yaitu suatu asam amino esensial yang kadarnya sangat rendah pada bahan pangan pokok, seperti beras, jagung, ubi, sagu, dan lain-lain. Mengkonsumsi nasi dengan menggunakan nugget ayam sebagai lauknya, merupakan hal yang sangat tepat ditinjau dari segi gizi. Nugget ayam sesekali juga baik untuk dijadikan sumber protein untuk mendukung proses tumbuh kembang anak-anak balita.Nugget ayam juga merupakan bahan pangan sumber niasin (vitamin B3), vitamin B6, asam pantotenat dan riboflavin (vitamin B2), dengan sumbangan masing-masing terhadap kebutuhan per hari mencapai 68, 34, 16, dan 16 persen. Selain itu nugget ayam juga sumber mineral selenium, fosfor, dan zinc (Amertaningtyas, 2003)                                                
 Rasa nugget sangat bervariasi, tergantung dari komposisi bahan dan jenis bumbu yang digunakan. Pada dasarnya nugget merupakan suatu produk olahan daging berbentuk emulsi, yaitu emulsi minyak di dalam air, seperti halnya produk sosis dan bakso. Nugget dibuat dari daging giling yang diberi bumbu, dicampur bahan pengikat, kemudian dicetak membentuk tertentu, dikukus, dipotong, dan diselimuti perekat tepung (batter) dan dilumuri tepung roti (breading). Selanjutnya digoreng setengah matang dan dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Anonimous, 2009)
Umumnya nugget dimasak dalam dua tahap, yaitu penggorengan dan pengovenan. Penggorengan dilakukan dengan merendam produk pada minyak goreng panas selama beberapa saat. Hasilnya berupa nugget yang belum mengalami pematangan penuh. Oleh karena itu, nugget harus dilewatkan ke dalam oven melalui konveyor berjalan. Pada tahap ini, nugget diberi uap jenuh panas sehingga mengalami pematangan penuh. Selain untuk mematangkan produk, proses ini juga berguna untuk membantu memperbaiki tekstur pada produk akhir (Sugitha, 1995).  Perubahan pH pada nugget yang disimpan beku terjadi karena menggunakan daging yang merupakan protein sarkoplasma yang mempunyai pH isoelektrik yang tinggi, mengandung enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme energi seperti glikolisis. Kisaran nilai pH pada nugget selama pembekuan memenuhi kisaran yang dianjurkan oleh Kisaran pH optimum untuk pembentukan gel yaitu 6,5 -7,5. Pembekuan dapat mengurangi atau memperlambat kegiatan enzim dalam metabolisme. (Rahmawati, 2004).

C.    Bahan Tambahan
Susu bubuk skim dan Tepung adalah Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi. Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Anonymous, 2012).
           
Merica atau lada (Paperningrum) termasuk divisi Spermathophyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 1993).
Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Winarno et al. 1980).
Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica (Aswar, 1995). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Garam biasanya terdapat secara alamiah dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai (Winarno dan Fardiaz, 1973).  Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 1995).
Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan. Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun dan Budiarti,1992).

D.        Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti, penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan pembuatan nugget adalah sebagai berikut :

1. Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono, 1994). Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air yang ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging keong sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).

2. Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997).

3. Batter dan Breading
Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti (breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk–produk makanan dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna putih, bersih dan tidak mengandung benda–benda asing. Tepung roti harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-benda asing (BSN, 2002).

4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan. Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard) (Ketaren, 1986). Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino, dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang merupakan penyebab terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang lama pada bahan pangan berprotein. Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa produk (Fellow, 2000).
Penggorengan awal dilakukan dengan menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang. Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik. Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut Jamaludin et al (2008) selama proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan massa.

E. Bahan Pengikat
Bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat meningkatkan emulsifikasi lemak dibandingkan dengan bahan pengisi. Bahan pengikat dalam adonan emulsi dapat berfungsi sebagai bahan pengemulsi (Afrisanti, 2010). Bahan pengikat juga berfungsi mengurangi penyusutan pada waktu pengolahan dan meningkatkan daya ikat air. Protein dalam bentuk tepung dipercaya dapat memberikan sumbangan terhadap sifat pengikatan. Pengikat terdiri menurut asalnya bahan dari bahan pengikat yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Bahan pengikat hewani antara lain susu bubuk skim dan tepung ikan (Afrisanti, 2010).

F. Bahan Pengisi
Bahan pengisi merupakan sumber pati yang ditambahkan dalam produk restrukturisasi untuk menambah bobot produk dengan mensubstitusi sebagian daging sehingga biaya dapat ditekan (Rahayu, 2007). Fungsi lain dari bahan pengisi adalah membantu meningkatkan volume produk. Menurut Winarno (1997) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat terpisah dengan airpanas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebutamilopektin.Fraksiamilosa berperan penting dalam stabilitas gel, karena sifathidrasi amilosa dalam pati yang dapat mengikat molekul air dan kemudian membentuk massa yang elastis. Stabilitas ini dapat hilang dengan penambahan air yang berlebihan. Bahan pengisi yang umum digunakan pada pembuatan nugget adalah tepung (Afrisanti, 2010).

G. Bumbu-bumbu
 Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna  untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk (Erawaty, 2001). Pembuatan nugget memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica (Aswar, 2005). Garam merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Konsentrasi garam yang ditambahkan biasanya berkisar 2 sampai 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar, 2005). Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemberian gula dapat mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta mampu menetralisir garam yang berlebihan (Buckle et al, 1987). Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan citarasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistotik dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur (Palungkun et al, 1992). Merica atau lada (Paperningrum) sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Merica sangat digemari karena memiliki dua sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida (Rismunandar, 2003).

H. Organoleptik                                                                                                    
Pengujian organoleptik merupakan bidang ilmu yang mempelajari cara-cara pengujian karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indera manusia di antaranya termasuk indera penglihatan, pembau, perasa, peraba dan pendengar (Djalal, Rosyidi. 2008).
Sifat sensoris ini tidak dapat dikenal dengan mudah, dapat dirasakan tapi sulit untuk dilukiskan. Kesulitannya terletak dalam memilih pernyataan yang tepat secara utuh yang dapat memperjelas sifat tersebut. Uji organoleptik yang dilakukan  pada percobaan ini memakai  difference test  dengan metode scoring. Pada metode ini sample-sampel yang akan diuji telah diberi kode terlebih dahulu. Panelis independent akan menguji warna, rasa, aroma, mouth feel dan finger feel dari “chicken nugget” bahan uji, dan mencatat hasilnya berdasarkan tingkat skala yang diberikan (Marsudi,2008)
Pengujian organoleptik merupakan bidang ilmu yang mempelajari cara-cara pengujian karakteristik bahan pangan dengan menggunakan indera manusia di antaranya termasuk indera penglihatan, pembau, perasa, peraba dan pendengar. Pengujian Organoleptik pada umumnya mengamati tentang warna, bau atau aroma, rasa dan tekstur dari sampel yang diuji. Pada pengujian Organoleptik Nugget warna yang dihasilkan adalah kecoklat - coklatan, Menurut (Marsudi,2008),yang menyatakan bahwa warna kecoklat-coklatan yang timbul akibat penggorengan tersebut disebabkan oleh adanya reaksi Maillard, yaitu reaksi antara asam amino pada protein dengan karbohidrat. Sedangkan utuk rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor  yang menyatakan bahwa rasa suatu bahan makanan sebenarnya dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, konsentrasi satu komponen dan interaksi dari faktor-faktor lainnya. Reaksi antara protein dan karbohidrat yang menghasilkan warna kecoklat-coklatan juga akan berpengaruh pada rasa “chicken nugget” yang dihasilkan.




III.  PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat

Waktu   :  Selasa, 4 juni 2013 pukul 13.00 WIB s/d selesai.
Tempat : Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Inderalaya.

B. Alat dan Bahan

·         Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Baskom                      6. Panci / kukusan
2. Loyang,                      7. Wajan
3. Kompor                      8. Spatula
4. Pisau                           9. Piring
5. Garpu

·         Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1.   ½ Kg daging ayam
2.   2 butir telur ayam
3.   Tepung roti sebagai pelapis
4.   Tepung sagu
5.   Susu cair 100 ml
6.   Garam secukupnya
7.   Merica bubuk secukupnya
8.   Kaldu ayam bubuk secukupnya
9.   Gula secukupnya
10. Air untuk merebus ayam
11. Minyak sayur untuk menggoreng


C . Cara Kerja:

1.  Bersihkan daging ayam dengan bersih dan rebus sampai matang.
2. Setelah daging ayam matang, suir – suir daging ayam didalam baskom sambil di dinginkan.
3. Masukkan tepung sagu, 1 butir telur, garam, gula,  merica, bubuk kaldu ayam dan susu cair kedalam baskom yang berisi daging ayam dan aduk hingga rata.
4. Setelah rata, siapkan loyang dan ratakan dengan sedikit minyak. Kemudian  masukkan adonan nugget kedalam loyang lalu kukus sampai matang kurang lebih 30 menit.
5. Angkat dan dinginkan adonan nugget yang telah dikukus. Lalu potong – potong sesuai selera.
6. Siapkan piring dan kocok telur. Lumuri potongan nugget dengan telur dan lumuri dengan tepung roti hingga merata.
7. Goreng nugget dengan api sedang hingga berwarna kuning keemasan.




IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN


Nugget adalah suatu bentuk produk olahan daging yang terbuat dari daging giling yang dicetak dalam bentuk potongan empat persegi dan sebagainya. Potongan ini kemudian dilapisi tepung berbumbu (battered dan breaded). Produk nugget dapat dibuat dari daging sapi, ayam, ikan dan lain-lain, tetapi yang populer di masyarakat adalah nugget ayam.  Bahan baku daging untuk nugget, dapat menggunakan bagian daging dari karkas. Jenis daging ini bernilai ekonomis rendah (misalnya karena cacat, bukan karena telah rusak atau tidak segar) jika dijual dalam bentuk utuh. 
Nugget memiliki cita rasa yang enak sehingga menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tetepi kandungan nutrisi tetep tinggi. Seperti yang dikatakan Amertaningtyas, 2003 bahwa nugget mengandung asam amino yang tinggi, merupakan bahan pangan niasin (vitamin B3),  Vitamin B6, asam pantotenat dan ribovlavin (B2) serta mengandung banyak mineral seperti selenium, fosfor dan Zinc.
Proses pembuatan chicken nugget terdiri atas penggilingan daging ayam,  pencampuran dengan bumbu dan bahan lainnya, pencetakan adonan, pengukusan, pengirisan, pelumuran tepung roti dan penggorengan.
Penggilingan daging dilakukan dalam keadaan daging ayam dingin (tidak telalu panas). Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC  Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh panas. Pada proses penggilingan daging terjadi gesekan gesekan yang dapat menimbulkan panas.  Air  berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
Pada pengolahan nugget ditambahkan tepung sagu sebagai bahan pengikat agar daging tercampur dengan telur dan bahan – bahan yang lain. Sama seperti Arfisanti . 2010 bahan pengikat memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dan dapat mengemulsi lemak, emngurangi penyusutan pada waktu pemgolahan dan meningkatkan daya ikat air. Didalam nugget juga ditambahkan bumbu – bumbu sepeti gula, garam dan merica segai bahn penyedap rasa untuk nugget yang dihasilkan. Garam biasanya ditambahkan dengan kadar 2 - 3% dari berat daging yang digunakan (Aswar. 2005). Garam dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma nugget yang dibuat. Gula dapat mempengaruhi aroma dan teksur daging dan menetralisir rasa garam yang berlebihan (Buckle, et al, 1987) sehingga nugget yang dihasilkan mempunyai rasa yang berimbang. Merica digunakan untuk menambahkan rasa yang sedikit pedas dan beraroma pada nugget yang kami buat. Tujuan penambahan merica sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan (Rismunandar, 2003).
Pengukusan  menyebabkan terjadinya pengembangan granula– granula  pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat  kembali seperti keadaan semula.  Mekanisasi  gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari  molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya  mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu  matriks dengan amilosa yang disebut gel  (Winarno, 1997).
Dari hasil pengamatan, chicken nugget yang dihasilkan berwarna kuning keemasan dengan tekstur yang lembut, padat dan enak.  Adapun aroma dari nugget tersebut normal, tekstur normal, dan rasa normal. Rasa  chicken nugget sangat khas dengan rasa daging ayam.  Begitu pula dengan aroma yang dihasilkan yaitu aroma khas daging ayam sebagai bahan baku utama pembuatan nugget. Tekstur nugget tergantung dari bahan asalnya. Nugget dikonsumsi setelah proses penggorengan rendam (deep fat frying).
Tekstur merupakan parameter yang sangat penting dalam menjaga mutu daging dan produk turunannya.  Keempukan daging adalah karakter yang krusial bagi daya terima konsumen.Menurut (Hendronoto, 2009), kesan kekenyalan pada nugget secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan beberapa aspek diantaranya mudah atau tidaknya gigi berpenetrasi awal ke dalam nugget, mudah atau tidaknya dikunyah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, dan jumlah residu yang tertinggal setelah dikunyah.
V.  PENUTUP


A.    Kesimpulan

1. Pembuatan nugget dilakukan untuk menamabah nilai nutrisi dan ekonomis pada ayam sebagai hasil ternak. Karena didlamnya terdapat gizi selain daging ayam.
2. Didalam nugget ditambahkan telur, susu  dan tepung sagu sebagai pengikat antara bahan – bahan nugget yang tercampur dan sebagai penambah nilai protein dan pati dalam nugget dan tepung roti untuk menghindari dehidrasi dari nugget selama pemasakan.
3. Penambahan garam, gula dan bumbu – bumbu lain seperti merica dan kaldu bubuk di tambahkan sebagai cita rasa, penambah awet makanan dan flavour pada nugget.


B.     Saran
            Agar praktikum pembuatan nugget ayam ini selanjutnya bisa ditambahkan dengan campuran bahan lain seperti sayur atau jamur untuk menambah nilai gizi pada kualitas nugget ayam.


























DAFTAR PUSTAKA


Anjarsari, B. 2010. Pangan Hewani Fisiologi Pasca Mortem dan Teknologi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Astawan, M. 2011. Efek atau Dampak Positif dan Negatif Mengkonsumsi Jeroan. www. adipedia.com/2011/02/efek-dampak-positif-dannegatif.html. Diakses tanggal 28 Februari 2013.
Amertaningtyas, 2003. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya
Badan Standardisasi Nasional. 2002. Nugget Ayam. SNI 01-6683-2002. Jakarta : Badan Standardisasi Nasional.
Bintoro, P. 2008. Teknologi Pengolahan Daging dan Analisis Produk. Universitas Diponegoro, SemarangMarsudi,Artikel Pembuatan Chicken Nugget. http://www.stpp-bogor.ac.id/html/index.php?id=artikel&kode=36 diakses pada tanggal 10 juni 2013
Depkes, 2005. Piranti Lunak Nutriclin Versi 2.0 Edisi Kedua Subdit Gizi Klinis. Departemen Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Hidajati, Nove. 2005. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner , Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta. (Diterjemahkan oleh : Aminuddin Parakkasi).
Legowo, A., Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. Analisis Pangan. Universitas Diponegoro, Semarang.
Soeparno, 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sugitha, 1995 Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama Penyimpanan Temperatur Ruang. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Sumedang
Sutaryo dkk. 2006. Kadar Kolesterol, Keempukan dan Tingkat Kesukaan Chicken Nugget     Dari Berbagai Bagian Karkas Broiler.Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Baru UNDIP Tembalang 
Winarno, F. G. 1991. Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

No comments:

Post a Comment