Wednesday 22 October 2014

Laporan Praktikum Analisa Proksimat



I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahan pakan merupakan kebutuhan pokok  bagi setiap ternak. Sebagian besar  bahan pakan terdiri dari unsur - unsur pokok yaitu air, mineral, karbohidrat, lemak dan protein. Kelima unsur ini dibutuhkan oleh hewan ternak dan manusia untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok. Makanan ternak berisi zat nutrisi dengan kandungan yang berbeda-beda karena itu perlu dilakukan analisis untuk mengetahui kualitas dan kuantitas zat gizi yang dibutuhkan oleh ternak. Kualitas bahan  pakan dan komponennya ini dapat dinilai melalui tiga tahapan penilaian, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Salah satu tahapan dari penilaian ini dapat dilakukan melalui analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan suatu metode analisis secara kimia untuk mengidentifikasikan kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan. Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang dimaksud, itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka yang mendekati angka fraksi yang sesungguhnya.
Analisis proksimat berupa analisa kadar air, kadar abu, bahan kering, analisa protein kasar, lemak kasar dan analisa serat kasar. Pada setiap analisis terdapat metode – metode yang berbeda. Pada dasarnya, analisis proksimat bermanfaat dalam mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan atau pangan yang belum diketahui sebelumnya yang selanjutnya disebut sampel. Selain dari itu, analisis prokimat merupakan dasar dari analisis-analisis yang lebih lanjut.
Analisis proksimat bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas suatu bahan pakan atau pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan atau zat pakan dengan hasil analisisnya. Dengan demikian analisis proksimat ini dapat bermanfaat bagi dunia peternakan, terutama dalam pemberian nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak. Maka dari itu Berdasarkan uraian di atas, praktikum tentang analisis proksimat ini penting untuk dilakukan untuk menunjang pengetahuan tentang cara untuk mengetahui kadar nutrisi dalam suatu pakan.

B. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui analisis proksimat berupa  kadar air, kadar abu, protein kasar,  lemak kasar dan serat kasar pada sampel yaitu  feses kerbau.
           



II. TINJAUAN PUSTAKA
Analisa Proksimat
Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini dikembangkan oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun 1865 (Tillman et al., 1991).
Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total, lemak total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al., 1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak (Susi .  2001).
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui kandungan nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997). McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wilhelm Henneberg dan asistennya Stohman pada tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Oleh karena itu analisis model ini dikenal juga dengan analisis Wendee. Pada prinsipnya bahan pakan terdiri atas dua bagian yaitu air dan bahan kering yang dapat diketahui melalui pemanasan pada suhu 105°C. Selanjutnya bahan kering ini dapat dipisahkan antara kadar abu dan kadar bahan organik melalui pembakaran dengan suhu 500°C ( Sutardi, 2012 ).
Sutardi (2012) menambahkan bahan organik dapat dipisahkan menjadi komponen nitrogennya yang kemudian dihitung sebagai protein dengan teknik kyeldahl dan bagian lainya adalah bahan organik tanpa nitrogen. Bahn organik tanpa N dapat dipisahkan menjadi karbohidrat dan lemak. Selanjutnya karbohidrat dapat dipisah menjadi serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.
Bahan pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan mengandung air yang lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar air mempengaruhi kebutuhan hewan akan air minum. Banyaknya air yang terkandung pada suatu bahan makanan dapat diketahui jika bahan tersebut dipanaskan atau dikeringkan pada temperatur tertentu. Menurut Krishna (1980), komponen air adalah air dan senyawa organik yang mudah menguap. Abu sendiri terdiri dari unsur mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indek untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu.

a. Kadar air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat Hafez, E.S.E. (2000).
Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan yang paling banyak mengadung kadar air adalah  tepung kedele dengan nilai 18,1490 dan yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah dengan nilai 99,7501.Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan kelembaban dari suatu wilayah ternak itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan tersebut dipanaskan pada suhu 105C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).

b. Kadar Abu
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur  adalah dengan suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Disini, bahan pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu adalah  tepung kulit kerang dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena tepung kulit kerang memang terdiri bahan anorganik yang terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994). 

c. Protein Kasar          
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan yang paling banyak mengandung protein kasar adalah bungkil kedele.Karena nya,bungkil kedele mengandung asam amino paling tinggi dari bahan yang kami praktikumkan. Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah kandungan zat makanan dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak kasar,dan serat kasar. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu pada istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan nitrogen (N) yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Definisi tersebut berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri dari protein dan nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).  Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah.

d. Lemak Kasar
Khairul(2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan lemak kasar adalah ekstraksi dari klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan yang mengandung banyak lemak kasar adalah tepung kedele.Ini dikarenakan tepung kedele merupakan sumber lemak nabati. Cherney (2000) melaporkan bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai lemak kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau xanthophil. Analisa lemak kasar pada umumnya menggunakan senyawa eter sebagai bahan pelarutnya, maka dari itu analisa lemak kasar juga sering disebut sebagai ether extract .
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).

e. Serat Kasar
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra. 2001).
Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada species dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan hijauan merupakan sumber serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh. Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida, 1998) menyatakan bahwa Serat kasar merupakan kemudahan bagi makluk hidup untuk mendapatkan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.  Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi padapakan akan menurunkan koefisiensi cerna dalam bahan  pakan tersebut,karena serat kasar megandung bagian yang sukar untuk dicerna. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit.. Kamal (1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan secara kimiawi dengan metode mendell.
Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar berasal dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Lu et al. (2005) menyatakan bahwa serat pakan secara kimiawi dapat digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent fiber, acid detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa dan hemiselulosa. Peran serat pakan sebagai sumber energi erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen serat seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney (2000) serat kasar terdiri dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang berikatan dengan nitrogen dan selulosa.

f. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)
Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 2005)
Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah dicerna atau golongan karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural dapat ditemukan di dalam sel tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan karbohidrat struktural. Gula, pati, asam organik dan bentuk lain dari karbohidrat seperti fruktan termasuk ke dalam kelompok karbohidrat non-struktural dan menjadi sumber energi utama bagi sapi perah yang berproduksi tinggi. Kemampuan karbohidrat non-struktural untuk difermentasi dalam rumen nilainya bervariasi tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan pengolahan (NRC, 2001). Menurut Cherney (2000) bahan ekstrak tanpa nitrogen tersusun dari gula, asam organik, pektin, hemiselulosa dan lignin yang larut dalam alkali.

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum analisa proksimat ini dilaksanakan mulai dari tanggal 4 november s/d 17 november 2013 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

B. Alat dan Bahan
a. Alat:                                                              
1. kadar air                                                      2. Kadar abu:
- Oven Listrik                                                  - Cawan Porselen 30 ml
- Timbangan Analitik                                      - Pembakar Bunsen Atau Hot Plate
- Cawan Alumunium                                       - Tanur Listrik
- Eksikator/Desikator                                      - Eksikator
- Tang Penjepit                                                - Tang Penjepit

3. Lemak Kasar:                                              4. Protein Kasar:
- Satu Set Alat Sokhlet                                   – Labu Kjehdhal
- Kertas Saring Bebas Lemak                         - Pemanas Untuk Destruksi
- Eksikator                                                       - Labu Penyuling
- Timbangan Analitik                                      - Pipet
                                                                        - Buret
5. Serat Kasar:                                                 - Gelas Ukur   
- Neraca Analitik                                             - Erlenmeyer
- Spatula                                                          - Batu Didih
- Erlenmeyer 500 ml
- Pipet Volume 50 ml
- Hot Plate
- Corong Buchner
- Kertas Saring
- Pompa
- Beaker Glass
- Batang Pengaduk
- Oven
- Cawan Petri 
b. Bahan:
1. Kadar Air dan Kadar Abu:
Sampel, berupa feses kerbau

2. Lemak Kasar :
Bahan kimia berupa kloroform: etanol dengan perbandingan 2 : 1 atau menggunakan bensin yang telah disuling.

3. Protein Kasar:
- H2SO4 Pekat
- Batu Didih
- NaOH 40%
- Katalis Campuran Selen (( CUSO4 : K2SO4) -> 1:5 )
- H2SO4 0.1 N
- NaOH 0.1 N
- Indicator Campuran (( BCG : MR ) -> 4:5 )

4. Serat Kasar :
- Sampel Pakan (5 gr)
- H2SO4 1.25 %
- NaOH 3.25 %
- Aseton
- Aquadest

C. Cara Kerja
1. Kadar Air
 



                            



 









Rounded Rectangle: Keringkan cawan dalam oven 1 jam 100-1050 CRounded Rectangle: Sampel 2 - 5 gr ke cawanRounded Rectangle: Dinginkan di eksikator 15 menitRounded Rectangle: Timbang, catat (A gr)2. Kadar Abu


 









3. Kadar Lemak Kasar


 





Oval: Timbang dan catat (D gr)Oval: Hitung kadar lemak kasar                                                                               





Oval: Tambah pelarut lemak
Oval: Pelarut lemak (kloroform + etanol 200 ml
 
Oval: Ekstraksi 6 jam





























 















Rounded Rectangle: 6 gr katalis campuran, H2SO4 pekat 10 mlRounded Rectangle: Sampel 0,5 gramRounded Rectangle: Masukkan ke labu destruksiRounded Rectangle: Panaskan di lemari asap4. Protein Kasar







 




















5. Serat Kasar
 









IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
a. Analisa Kadar Air dan Kadar Abu
Kode
Berat Sempel (A)
Berat Kruss (B)

Berat Stlh di Oven (C)
Berat Stlh di Tanur (D)
% Kadar Air
% Kadar Abu
% Bahan Kering
R0
1,0176
34,4287
35,446
35,325
34,5584
0,34
2,173
99,66
R1
1,0069
37,2002
38,207
38,082
37,304
0,33
2,043
99,67
R2
1,0174
38,6007
39,618
39,406
38,7075
0.54
1.773
99,46
R3
1,0037
39,142
40,146
40,130
39,3494
0.04
1,945
99,96

b. Analisa Lemak Kasar






Kode
Berat Sempel
Berat Kertas Saring
(C)
Berat Stlh Dioven (D)
% Lk
R0
1,0078
1,2533
2,261
2,05
9,34
R1
1,0024
1,2392
2,242
2,0325
9,33
R2
1,0303
1,2476
2,278
2,087
8,37
R3
1,0194
1,2642
2,284
2,0225
11,43

c. Analisa Protein Kasar
Kode
Berat Sampel
Titer Blanko
Titer Sampel
Titer Blanko - Titer Sampel
N NaOH
0.014

% N
% PK
R0
0.5038
84.8
90.6
-5.8
0.1
0.014
-0.812
-1.316
-8.2238
R1
0.5027
84.8
87
-2.2
0.1
0.014
-0.308
-0.811
-5.0669
R2
0.501
84.8
89
-4.2
0.1
0.014
-0.588
-1.089
-6.8063
R3
0.5
84.8
79
5.8
0.1
0.014
0.812
0.312
1.9500

d. Analisa Kadar Serat Kasar
Kode
Berat Sempel (X)
Berat Kertas Saring (A)
Berat Kruss
Berat Stlh Dioven (Y)
Berat Stlh Ditanur (Z)
% Sk
Ro
1,0096
1,2137
38,158
40,3893
38,8969
27,60
R1
1,0025
1,2176
44,3301
45,8698
44,381
27,05
R2
1,0285
1,2038
39,728
41,3484
39,8181
31,75
R3
1,0086
1,2599
38,0515
39,713
38,1284
32,19


B. Pembahasan
Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia untuk mengetahui kadar / kandungan nutrisi yang terdapat dalam suatu bahan pakan. Pada praktikum kali ini kami menggunakan sampel berupa feses kerbau tanpa perlakuan (R0) dan feses kerbau dengan perlakuan pemberian rumput kumpai dan legume (R1, R2 dan R3). Berdasarkan hasil diatas dapat dijelaskan bahwa:
a. Kadar Air dan Bahan Kering
Prinsip kerja kadar air yaitu menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven pada suhu 100o – 105oC dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam ) hingga sseluruh air yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak berubah lagi. Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan yang paling banyak mengadung kadar air adalah sampel R2 dengan nilai 0.54% dan yang paling sedikit mengandung kadar air adalah R3 yaitu 0.04%. Sedangkan yang memiliki berat kering paling besar adalah sampel R3 dengan nilai 99.96% dan yang paling kecil adalah R2 yaitu 99.46%. Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan kelembaban dari suatu wilayah ternak itu dipelihara. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis).
Perhitungan Kadar Air :  x 100 %

b. Kadar Abu
Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600°C selama 4-5 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan. Dengan perkataan lain, abu merupakan total mineral dalam bahan.  
Perhitungan kadar abu :
Kadar Abu (%) =    x 100%
Karra(2007)menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu(ash). Disini, sampel yang memiliki Kadar abu terbesar yaitu pada R0 (2,173 %) dan kadar abu paling kecil yaitu pada R2 (1.773 %).

c. Lemak Kasar
Prinsip kerjanya yaitu Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelaut lemak (ether) selama 3-8 jam. Ekstraksi menggunakan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan adalah kloroform, heksana, dan aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam oven suhu 105°C. Pelarut akan menguap sedangkan lemak tidak (titik didih lemak lebih besar dari 105°C, sehingga tidak menguap dan tinggal di dalam wadah). Lemak yang tinggal dalam wadah ditentukan beratnya.
Pada praktikum ini dilakukan dengan metode sokhlet yaitu dengan memasukkan sampel kedalam alat sokhlet. Hal ini sesuai dengan (Soejono, 1990) yaitu Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet.
Perhitungan kadar Lemak Kasar :  x 100 %
Kadar Lemak hasil perhitungan diatas dari yang terbesar yaitu R3 (11.43%), R0 (9,34%), R1 (9.33%) dan terkecil yaitu R2 (8.37%).  Lemak yang didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar (Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi, 1997).


d. Protein Kasar
Penetapan nilai protein kasar dilakukan secara tidak langsung, karena analisis ini didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan. Kandungan nitrogen yang diperoleh dikalikan dengan angka 6,25 sebagai angka konversi menjadi nilai protein. Nilai 6,25 diperoleh dari asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen (perbandingan protein : nitrogen =100 :16 = 6,25:1). Definisi tersebut menurut Cherney : 2000 merupakan asumsi bahwa rata – rat kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram per 100 gram protein
Penentuan nitrogen dalam analisis ini melalui tiga tahapan analisa kimia, yaitu:
1. Tahap Destruksi
Perubahan N-protein menjadi amonium sulfat ((NH4)2SO4). Sampel dipanaskan dengan asam sulfat (H2SO4) pekat dan katalisator yang akan memecah semua ikatan N dalam bahan pakan menjadi amonium sulfat kecuali ikatan N=N, NO dan NO2. CO2 dan H2O terus menguap. SO2 yang terbentuk sebagai hasil reduksi dari sebagian asam sulfat juga menguap. Dalam reaksi ini digunakan katalisator selenium/Hg/Cu. Destruksi dihentikan jika larutan berwarna hijau jernih.
Zat Organik + H2SO4            CO2 + H2O + (NH4)2SO4 + SO2
2. Tahap Destilasi
Setelah larutan menjadi hijau jernih, labu destruksi didinginkan kemudian larutan dipindahkan ke labu destilasi dan diencerkan dengan aquades. Pengencer-an dilakukan untuk mengurangi reaksi yang hebat jika larutan ditambah larutan alkali. Penambahan alkali (NaOH) menyebabkan (NH4)2SO4 akan melepas-kan amoniak (NH3). Hasil sulingan uap NH3 dan air ditangkap oleh larutan H2SO4 yang terdapat dalam labu erlenmeyer dan membentuk senyawa (NH4)2SO4 kembali. Peyulingan dihenti-kan bila semua N sudah tertangkap oleh asam sulfat dalam labu erlenmeyer.
                               NH3 + H2SO4             (NH4)2SO4 + H2SO4            

3. Tahap Titrasi
Kelebihan H2SO4 yang tidak digunakan untuk menangkap N dititrasi dengan NaOH. Titrasi dihentikan jika larutan berubah dari biru ke hijau.
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.

Perhitungan kadar protein:  x 100 %
% Protein Kasar = kadar nitrogen x 6.25
Pada praktikum kali ini didapatkan % N dan % PK berturut – turut R0 (-1.316%, -8.2238%), R1 (-0.811%, -5.0669%), R2 (-1.089%, -6.8063%), R3 (0.312%, 1.9500%). Hasil ini terjadi kesalahan yaitu pada saat membandingkan hasil titrasi dangan titer blanko tidak dilakukan secara bersamaan. Jika kita lakukan secara bersamaan, otomatis cara yang kita gunakan adalah sama, sedangkan jika dilakukan setelah atau sebelum membuat titrasi sampel, bisa memungkinkan adanya perberdaan cara kita melakukan titrasi.  Hal ini mengakibatkan hasil yang didapatkan pun sangat jauh melenceng dari yang seharusnya.
. Kelemahan analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990).  Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.

e. Serat Kasar
Prinsip utama dari serat dalam pakan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Serat kasar adalah bagian dari pakan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan – bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan makanan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim – enzim pencernaan. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit. Kamal (1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan secara kimiawi dengan metode mendell.
Perhitungan kadar serat kasar =  x 100 %
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa adalah komponen dinding sel tumbuhan yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik, sedangkan hewan ruminasia dapat mencerna selulosa dan hemiselulosa karena adanya mikroba rumen.  Pada praktikum kali ini didapatkan hasil kadar serak kasar R0 (27,60 %), R1 (27,05), R2 (31,75) dan R3 (32,19). Ini membuktikan bahwa dengan penambahan perlakuan yaitu ditambah hijauan rumput kumpai dan legum pada sampel, maka semakin tinggi pula kadar serat kasar yang terkandung dalam sampel tersebut.



V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisa proksimat adalah salah satu metode analisa kimia yang  sangat diperlukan utuk diketahui karena analisa ini berguna untuk mengetahui kandungan bahan pakan yang terdapat pada suatu bahan pakan.
Penentuan Kadar Air menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven dengan suhu 100°-105°C dalam jangka waktu tertentu. hingga seluruh air yang terdapat dalam bahan menguap atau penyusutan berat bahan tidak berubah lagi. Penentuan kadar abu Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan suhu 600°C selama 4-5 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik (C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu yang merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan., abu merupakan total mineral dalam bahan. Penetapan nilai protein kasar didasarkan pada penentuan kadar nitrogen yang terdapat dalam bahan dengan tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Kadar lemak Melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam bahan dengan pelaut lemak (ether) selama 3-8 jam dengan alat sokhlet. Beberapa pelarut yang dapat digunakan adalah kloroform, heksana, dan aseton. Lemak yang terekstraksi (larut dalm pelarut) terakumulasi dalam wadah pelarut (labu sokhlet) kemudian dipisahkan dari pelarutnya dengan cara dipanaskan dalam oven suhu 105°C.
 Hasil kandungan feses kerbau tanpa perlakuan R0 yaitu: Ka 0.34%, abu 2,173%, Bk 99,66%, Lk 9,34%, , Pk -8,22%, Sk 27,60. R1 : Ka 0,33%, abu 2,043%, Bk 99,67%, Lk 9,33%, , Pk -5,066%,  Sk 27,05%. R2: Ka 0,54%, abu 1,773%, Bk 99,46%, Lk 8,37%, Pk -6,806%, Sk 31,75%. R3: Ka 0,04%, abu 1,945%, Bk 99,96%, Lk 11,43%, Pk 1,950% dan Sk 32,19%.

B. Saran
Diharapkan praktikum ini kedepannya dilakukan dengan lebih teliti dan hati – hati karena jika tidak dilakukan dengan teliti dan hati – hati maka akan terjadi kesalahan pada hasil analisa proksimat yang dilakukan.






                                 



DAFTAR PUSTAKA

 
AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion  of Official Analitic Chemist. Washington DC. USA.
Cherney, D. J. R. 2000. Characterization of Forage by Chemical Analysis. Dalam Given, D. I., I. Owen., R. F. E. Axford., H. M. Omed. Forage Evaluation in Ruminant Nutrition. Wollingford: CABI Publishing : 281-300.
Danuarsa. 2006. “Analisis Proksimat dan Asam Lemak Pada Beberapa Komoditas Kacang-kacangan”.  Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1
Defano. 2000 . Ilmu Makanan TernakGajah Mada University Press Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Hafes. E. S. E.2000.  Metode Analisis Proksimat.  Jakarta  :  Erlangga.
Haris, L.E. 1970. Nutrition Research Technique for Domestic and Wild Animal. Vol. 1 Utah State University. Logan. Utah.
Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Karra , 2003. Ilmu Makanan Ternak DasarGajah Mada University.Yogyakarta.
Khairul. 2009 . Ilmu Gizi dan Makanan Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Khalil. 1999. “Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal : Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis”. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11.
Krishna G and S.K.  Ranjhan. 1980. Laboratory Manual for Nutrition Reseach. Vikas publising house PVT Ltd. Sahibabad. India
Lu, C.H,R Blain, dkk. 1998. Physical and Chemical Characteristics of Malaysian Palm Kernel Lake ( PKC ). Proc 20th MSAP Conf. 27-28 Juli. Putra Jaya Malaysia.  
Mc Donald, P., RA. Edwards. JFG Greenhalgh, and CA. Morgan. 1995. Animal Nutrition Prentice Hall
Mahmudi, S.P dkk. 1997. Pembuatan Pakan Ternak Unggas. Penerbit CV. Amisco.: Jakarta.
NRC. 2001. Nutrient Requirements of Beef Cattle: Seventh Revised Edition: Update 2000. Subcommittee on Beef Cattle Nutrition. Committee on Animal Nutrition. National Research Council.
Rahardjo,Tri S., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Siregar, S. B.,1994. Ransum Ternak Ruminansia, Penebar Swadaya, Jakarta
Soejono, M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sudarmadji,S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Suparjo, P. 2010. “Reposisi Tanaman Pakan dalam Kurikulum Fakultas Peternakan. Lokakarya Nasional Tanaman Pakan Ternak.Susi .  2001. Analisis dengan Bahan  Kimia  2000.  Erlangga. Jakarta.
Sutardi, T. R. Dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto
Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Tillman, A.D., dkk. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 
Wati, R. Sumarsono, dkk. 2012. “ Kadar Protein Kasar dan Serat Kasar Eceng Gondok sebagai Sumber Daya Pakan di Perairan yang Mendapat Limbah Kototran Itik”. Animal Agriculture Journal Vol. 1 No. 1.
Winarno., 1997. Kimia Pangan dan Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

7 comments: